Pekanbaru (Antarariau.com) - Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Riau berpendapat, sulit membangkitkan kembali Riau Airlines karena dewasa ini persaingan maskapai penerbangan semakin ketat.
"Bukan pesimistis, tetapi agak berat sebetulnya RAL (Riau Airlines) untuk bisa bangkit," kats Ketua Asita Riau, Dede Firmansyah di Pekanbaru, Jumat.
Menurutnya, RAL sebagai badan usaha milik daerah dengan mayoritas saham ataur 69 persen dikuasai Pemerintah Provinsi Riau, telah ditelantarkan begitu saja.
Praktis sejak berhenti operasi 2011, maskapai itu hingga kini belum menunjukkan tren positif, melainkan berjuang dari ancaman pailit Bank Muamalat di Pengadilan Niaga Medan tahun 2012.
Niat pemprov untuk berpartisipasi membangun transportasi udara dengan menghubungkan rute-rute perintis di Sumatera harus disertai kemampua membayar utang.
Utang RAL Rp43 miliar di luar bunga kepada Bank Muamalat setelah PT Pengembangan Investasi Riau mencicil Rp17 miliar, lalu pajak Rp80 miliar, serta gaji direksi dan karyawan yang masih tertunggak.
"Kalau ada manajemen baru yang bisa meyakinkan RAL bangkit, kenapa tidak? Sebetulnya RAL niatnyas mempersatukan antar kotamadya atau kabupaten se-Sumatera," katanya.
Dede contohkan niat itu, seperti cita-cita Presiden Joko Widodo yang ingin menyatukan wilayah kepulauan se-Nusantara, sehingga terwujud simbiosis mutualis, menguntungkan berbagai pihak.
"Salah satu penunjang, adanya tempat-tempat wisata. Tapi RAL nanti, memakai pesawat kecil saja seperti yakni R80 yang berkapasitas 80 kursi," ucap dia.
Ibnu Mas ud, penasehat Asita mengatakan, perusahaan penerbangan tersebut lebih baik ditutup, daripada terus diperjuangkan.
Hingga tahun 2013, tercatat Pemprov Riau telah mengelontorkan modal sekitar Rp148 miliar bersumber dari APBD sejak berdiri di akhir tahun 2002.
"Lebih baik, ditutup. Uang Asitaa di sana sekitar Rp1 miliar. RAL kini sudah kehilangan kepercayaan (dari masyarakat). Dan pemerintah, tak ngerti soal penerbangan," katanya.
Kuasa Hukum Direksi RAL, Irfan Ardiansyah SH pernah berpendapat, maskapai itu lebih baik diselamatkan, karena penutupan cuma akan menimbulkan gejolak bagi para pemilik saham.
"Bila Pemprov Riau mau, RAL bisa diselamatkan. Caranya dengan membentuk tim, dan mencari investor. Kalau ditutup, bakal menimbulkan gejolak di tubuh RAL," katanya.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdaprov Riau, Masperi berkata, meski pihaknya pemilik saham mayoritas, tetapi tidak bisa melakukan intervensi sebelum direksi dan komisaris RAL menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS).
"Hingga akhir tahun ini, RAL masih belum ada kejelasan. Kami minta direksi dan komisaris menggelar RUPS. Silakan bahas, apa RAL lebih baik ditutup atau dilanjutkan," ujarnya.