Majelis Hakim PN Pekanbaru Geram Dengan Kasus Gading Gajah

id majelis hakim, pn pekanbaru, geram dengan, kasus gading gajah

Majelis Hakim PN Pekanbaru Geram Dengan Kasus Gading Gajah

Pekanbaru (Antarariau.com) - Majelis hakim pada sidang perdana kasus perdagangan gading gajah senilai Rp1 miliar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, mendesak penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau serius menangani perkara tersebut.

Permintaan hakim tersebut buntut dari keterangan salah seorang saksi yang hadir pada persidangan perdana yang digelar di Ruang Cakra, PN Pekanbaru, Selasa. Adapun lima terdakwa pada kasus itu antara lain Syafrimen, Maruf, Yusuf, Wartono dan Nizam.

Mereka adalah perantara yang membawa gading tersebut dari Aceh menuju Pekanbaru untuk dijual. Para terdakwa itu berperan sebagai penghubung dan mencari pembeli.

Saksi tersebut merupakan salah satu penyidik dari Dirkrimsus Polda Riau yang menangani perkara itu, bernama Hendra Gunawan. Ia menjelaskan kepada majelis yang diketuai Hakim Sorta Ria dan dua Hakim anggota, Raden Kunto Dewo serta Khamozaro Waruwu, bahwa kepolisian belum berhasil meringkus pemilik dan penadah gading.

Hendra beralasan setelah berhasil menangkap lima tersangka di Pekanbaru dengan barang bukti berupa dua gading gajah seberat 46 kilogram itu, penyidik berusaha melacak keberadaan pemilik dan penadah. Namun, upaya itu gagal karena diduga mereka telah melarikan diri.

"Pemilik dari Aceh. Kita sudah koordinasi dengan Polda Aceh. Sekarang saya tidak tau kelanjutannya," kata Hendra menjawab pertanyaan majelis hakim.

Hakim terlihat mulai kehilangan kesabaran karena saksi mulai sering menjawab lupa ketika ditanya pemilik gading dan penadah sesuai pemeriksaan para tersangka. Ketika anggota majelis hakim Khamozaro Waruwu kembali menanyakan bagaimana kelanjutan koordinasi dengan Polda Aceh terkait pemilik gading tersebut.

Saksi menjawab kemungkinan besar kasus tersebut bocor sehingga pemilik telah melarikan diri.

"Bagaimana bisa bocor. Bandar tidak tersentuh? Apakah ini sempat bocor sehingga pemasok melarikan diri atau seperti apa," tanya Hakim Waruwu.

"Menurut saya, kasus ini bocor setelah di ekspos ke media. Sehingga pemiliknya sudah mengetahui anggotanya tertangkap," jawab Hendra.

Namun, Hakim Waruwu kembali menimpali, "Teroris saja bisa ditemukan. Apakah jaringan ini lebih dari teroris sehingga tak bisa diungkap?," lanjutnya.

Hakim mengatakan dari estimasi harga gading mencapai miliaran Rupiah, seharusnya bukan lima terdakwa itu saja yang diseret ke Pengadilan. Waruwu menambahkan, jika para perantara saja yang berhasil diseret ke Pengadilan akan menimbulkan preseden buruk bagi masyarakat.

"Ke depan jangan segini. Artinya yang disuguhkan orang-orang (terdakwa) seperti itu. Sampaikan ke pimpinan. Pemasok tidak jelas, penampung tidak jelas," katanya.

"Saya tidak yakin mereka pemilik gading miliaran rupiah. Ada orang dibelakang mereka. Ruang dan kesempatan penyidik harus terukur. Tutup semua akses," lanjut Hakim Waruwu.

Sidang perdagangan gading gajah yang digelar pada Selasa sore sekitar pukul 16.00 WIB. Selain mendengarkan keterangan saksi Hendra, turut diperdengarkan dua saksi lainnya yakni dari BKSDA dan Dinas Kehutanan Provinsi Riau.

Sementara itu, sebelum mendengarkan keterangan saksi, sidang berawal dengan mendengar dakwaan yang dibacakan oleh dua jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Riau, Wilsa dan Pince.

Dalam dakwaannya, kelima terdakwa dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) huruf D, Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Sidang ditunda dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi pada pekan depan. Kasus perdagangan dua gading gajah itu sendiri sebelumnya diungkap Ditreskrimsus Polda Riau pada Jumat 20 Mei 2016 lalu di sebuah restoran mewah di Kota Pekanbaru. Kelima terdakwa saat itu tertangkap tangan sedang menunggu pembeli.