Jon Erizal Paparkan UU yang Menjadi Protokol Krisis Keuangan Indonesia

id jon erizal, paparkan uu, yang menjadi, protokol krisis, keuangan indonesia

Jon Erizal Paparkan UU yang Menjadi Protokol Krisis Keuangan Indonesia

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Jon Erizal, menyatakan ekonomi Indonesia akan makin aman dari potensi krisis setelah adanya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang berfungsi sebagai protokol krisis bagi lembaga keuangan perbankan.

"Undang-Undang ini sangat strategis sebagai protokol krisis, melindungi nasabah dan pelaku usaha yang berkecimpung di lembaga keuangan agar lebih terjamin serta aman karena payung hukum sudah jelas," kata Jon Erizal pada diskusi publik "Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan" yang digelar Bank Mandiri, di Pekanbaru, Senin.

Jon Erizal menjelaskan, DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (RUU PPKSK) yang diajukan Pemerintah untuk disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Masa Sidang III Tahun 2015-2016 tanggal 17 Maret 2016. Ia mengatakan proses legislasi rancangan yang sebelumnya disebut dengan nama RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan ini, butuh waktu sekitar delapan tahun.

Ia menegaskan, bahwa UU PPKSK tidak akan melindungi pemilik bank yang "mengemplang" agar kasus seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan kasus Bank Century, yang tidak hanya mengakibatkan krisis ekonomi melainkan juga menyedot uang negara dan menyeret pengambil kebijakan ke ranah hukum pidana, terulang kembali. UU PPKSK terdiri dari 8 bab dan 55 pasal, yang ruang lingkupnya mencakup tiga hal, yaitu pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, penanganan krisis sistem keuangan, serta penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.

Dalam regulasi tersebut diatur tentang penguatan peran dan fungsi, serta koordinasi antar empat lembaga yang bergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Di dalam RUU ini, ke-empat lembaga tersebut, secara sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksinya masing-masing, harus melaksanakan upaya yang optimal dalam rangka pencegahan krisis sistem keuangan, serta melakukan koordinasi yang reguler dan intensif, baik dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan, maupun penanganan kondisi krisis sistem keuangan.

KSSK ini harus membuat kriteria untuk daftar bank yang potensial berdampak sistemik (systemically important banks/SIB) dan bank bermasalah sistemik agar bisa dideteksi dan ditangani secara dini sesuai prosedur yang diatur dalam UU PPKSK. Artinya, penetapan sistemik atau tidaknya suatu bank, tidak boleh dilakukan pada saat bank tersebut mengalami permasalahan.

"KSSK ini yang nantinya akan memberikan usulan kepada Presiden untuk menyatakan dan atau mencabut apabila ada kondisi krisis keuangan," katanya.

Selain itu, ia mengatakan penanganan permasalahan bank dilakukan dengan mengedepankan konsep "bail in", yaitu penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas bank menggunakan sumber daya bank itu sendiri yang berasal dari pemegang saham dan kreditur bank, hasil pengelolaan aset dan kewajiban bank, serta kontribusi industri perbankan.

"Meski begitu, untuk menjaga aspek keadilan, tidak hanya bank yang ukurannya dan asetnya yang besar saja yang akan diperhatikan karena bank-bank kecil juga harus dibantu karena mereka bisa juga berdampak sistemik," ujarnya.

Ekonom Senior Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai UU PPKSK sudah cukup lengkap sebagai protokol krisis keuangan dan apabila benar-benar diterapkan maka sangat bermanfaat menjaga kestabilan sistem ekonomi nasional. Menurut dia, pendekatan pencegahan dan prinsip keadilan akan berguna mendorong kepercayaan publik terhadap sistem keuangan Indonesia.

"Regulasi ini memang sudah sangat ditunggu-tunggu sejak lama, seperti melengkapi puzzle yang hilang, karena memberikan payung hukum bagi pengambil kebijakan dan pasar," ujar Andry Asmoro.