Membumikan Al-Quran Dan Melestarikan Bahasa Daerah

id membumikan al-quran, dan melestarikan, bahasa daerah

Membumikan Al-Quran Dan Melestarikan Bahasa Daerah

Sambungan dari hal 1 ..

Bahasa daerah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan bahasa daerah hingga kini masih terus melakukan penguatan bahasa daerah agar penuturnya tidak makin berkurang. Dengan harapan bahasa daerah tidak punah. Sebab, harus dipahami bahwa bahasa sejatinya gudang ilmu pengetahuan.

Jika sebuah bahasa daerah punah, maka ikut pula di dalamnya sejarah dan pengetahuan akan ikut lenyap. Jika satu kaum berhenti menggunakan suatu bahasa, kaum tersebut akan kehilangan beberapa kemampuan natural dari bahasa mereka sendiri, kata para ahli bahasa.

Untuk memperkuat penutur bahasa daerah dan menguatkan eksistensi bahasa itu sendiri, Kementerian Agama secara tidak langsung ikut terlibat di dalamnya. Khususnya melalui penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa daerah. Tujuannya, memang, diarahkan agar umat Islam di Bumi Pertiwi ini kini makin memperoleh kemudahan untuk memahami kandungan Al-Quran.

Menurut catatan Antara, melalui Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, kementerian itu telah berupaya membumikan Al-Quran dengan cara menerjemahkan ke dalam bahasa daerah: Makassar, Banyumas, Minang, Gorontalo, Toraja, Batak, Sasak, Dayak dan Kaili.

Hal ini jelas sangat menggembirakan, terutama bagi warga penutur bahasa daerah yang tidak akrab dengan Bahasa Arab dan Indonesia akan terbantu melalui Al-Quran terjemahan bahasa daerah.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia dengan 250 juta orang dan mendiami lebih dari 17 ribu pulau dan 500 suku dan 300 bahasa lokal, sejatinya dengan kemajemukan yang dimiliki merupakan anugerah dan patut disyukuri dengan cara melakukan pelestarian secara terencana.

Di sinilah peran Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan ikut andil dalam konservasi nilai budaya, termasuk di dalamnya bahasa lokal patut yang diacungi jempol. Sebab, pemahaman terhadap Al-Quran hingga kini masih terbatas. Bukan saja di lingkungan masyarakat perkotaan, tetapi juga di daerah. Penyebabnya, latar belakang pendidikan, lingkungan budaya lokal dan melek bahasa Arab.

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abd Rahman Mas ud mengatakan, tujuan penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa daerah adalah memperkaya khazanah, memperluas dan mempermudah pemahaman terhadap kitab suci umat Islam itu sendiri sekaligus melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari sistem budaya lokal untuk menghindari kepunahannya.

Untuk pelestarian bahasa daerah itu, secara langsung kementerian ini hadir. Jadi, tidak saja dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Kita ikut hadir, ikut melestarikannya," ia menjelaskan.

Tidak kalah penting adalah mempermudah penerapan ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran. Semua itu diharapkan dapat bermuara kepada perbaikan kualitas kehidupan keberagamaan, terwujudnya umat yang taat beragama, rukun dan cerdas.

Membumikan Al-Quran terjemahan bahasa daerah berarti ikut mendorong umat Muslim mencintai bahasanya sebagai bagian dari upaya penguatan NKRI. Tentu saja dengan cara itu terkandung maksud mempertahankan kearifan lokal dari ancaman kepunahan, dan juga mempertahankan fondasi Islam Nusantara sebagai Islam yang rahmatan lil alamin.

Kepala Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan (Puslitbang LKK), Choirul Fuad Yusuf, mengakui program menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa daerah dilakukan sejak 2011. Untuk pekerjaan besar itu dilibatkan berbagai perguruan tinggi agama Islam.

Ia menyebutkan untuk menerjemahkan Al-Quran ke dalam Bahasa Makassar bekerja sama dengan Universitas Negeri Alaudin, Makassar). Terjemahaan Al-Quran Bahasa Kaili, Sulawesi Tengah (bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam/STAIN Palu), Al-Quran Bahasa Sasak, Nusa Tenggara Barat (Institut Agama Islam Negeri/IAIN Mataram), Al-Quran Bahasa Minang, Sumatera Barat (IAIN Imam Bonjol Padang), Al-Quran Bahasa Dayak Kanayatn Kalimantan Barat (IAIN Pontianak), Al-Quran Bahasa Banyumasan, Jawa Tengah (IAIN Purwokerto).

Selain itu, Al-Quran Bahasa Toraja, Sulawesi Selatan (STAIN Palopo dan UIN Makasar), Al-Quran Bahasa Bolaangmongondow, Sulawesi Utara (IAIN Manado), Al-Quran Bahasa Batak Angkola, Sumatera Utara (IAIN Sumatera Utara).

Proses penerjemahan

Dalam prosesnya, penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa daerah dilakukan beberapa tahap. Ia menuturkan. Pertama, mushaf Al-Quran diterjemahkan oleh tim penerjemah dari lembaga yang diajak bekerja sama (IAIN atau pun STAIN).

Tim penerjemah terdiri atas ulama Al-Quran, akademisi, para pakar bahasa dan budaya daerah masing-masing dengan kualifikasi antara lain: (a) menguasai Bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran dengan baik, (b) menguasai pengetahuan dasar Ulumul-Quran dan tafsir. Juga (c) menguasai bahasa dan budaya daerah yang menjadi proses penerjemahannya yang berjumlah 10 orang dari setiap daerah.

Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, ia menuturkan, dalam kaitan ini menyediakan buku pedoman Al-Quran ke dalam bahasa daerah yang berisikan tata cara atau batasan-batasan sebagai rujukan dalam proses penerjemahan.

Hal lain (2) penggunaan teks ayat-ayat Al-Quran yang mengacu pada mushaf Al-Quran standar Kementerian Agama terbitan tahun 2009 dalam menerjemahkan Alquran ke bahasa daerah. (3) Penggunaan transliterasi Arab-Latin dalam penulisan Arab ke dalam bahasa daerah.

Kedua, tahap diskusi internal tim. Pada tahap ini, hasil terjemahan tim-tim kecil dipresentasikan untuk dibahas, didiskusikan atau dilakukan inter-checking sehingga dihasilkan terjemahan tim yang siap divalidasi. Ketiga, tahap validasi terhadap hasil tim untuk melihat, mengecek dan mencermati hasil keseluruhan secara teliti, seksama untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penerjemahan, baik dalam aspek tata bahasa, makna (arti), konteks budaya, serta ketepatan penulisannya.

Tahap validasi dilakukan empat kali, yang dilakukan oleh validator yang terdiri atas ahli Al-Quran dan ahli budaya dan bahasa daerah yang bersangkutan.

Setelah dilakukan validasi terhadap keseluruhan dan penyempurnaaan atau perbaikan akhir, maka hasil terjemahan lengkap (30 juz) yang dinilai valid (absah, benar) secara substantif maupun kebahasaan, selanjutnya diserahkan ke Puslitbang LKK.

Keempat, tahap pentashihan oleh Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Quran (LPMA), sebuah lembaga yang bertugas melakukan pengoreksian terhadap ayat-ayat Al-Quran. Kelima, hasil pentashihan oleh LPMA dibuktikan dengan tanda tashih sebagai tanda bahwa terjemahan Al-Quran bahasa daerah tersebut terkategori sah (valid, benar atau legitim) untuk dimanfaatkan dan diedarkan ke masyarakat secara luas.