Anugerah Demi Pertumbuhan Ekonomi Kreatif

id anugerah demi, pertumbuhan ekonomi kreatif

Anugerah Demi Pertumbuhan Ekonomi Kreatif



Sambungan dari hal 1 ...

Memang masih perlu dikaji lebih jauh apakah anugerah yang tak spesifik untuk menghargai prestasi karya-karya kreatif seperti Habibie Award atau Achmad Bachrie Award dapat mendongkrak penjualan karya-karya kreatif dari seniman bersangkutan.

Namun secara logis, memberikan penghargaan pada mereka yang kreatif akan mendorong putra-putri Indonesia untuk berpikir terjun ke dunia penciptaan, bergumul dalam dunia ekonomi kreatif.

Apalagi untuk bidang-bidang seni tertentu yang tak menjanjikan secara ekonomis seperti penulisan puisi, penciptaan koreografi atau penulisan skenario film. Dengan memberikan penghargaan pada mereka, anak-anak muda diberi motivasi untuk menggeluti dunia ekonomi kreatif.

Pemberian penghargaan dalam bentuk anugerah merupakan investasi popularitas atau kemasyhuran pada individu yang merupakan calon selebritas. Nama Ayu Utami yang menjadi populer antara lain karena penghargaan yang diraihnya untuk novel debutan Saman dari Lomba Sayembara Penulisan Prosa Dewan Kesenian Jakarta, yang saat itu, 1998, melibatkan dewan juri Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden dan Faruk HT dari Universitas Gadjah Mada.

Keterkenalan Ayu semakin tinggi setelah dia juga meraih penghargaan dari Belanda yakni Prince Claus Award pada tahun 2000, Kini novel-novel Ayu Utami termasuk dalam daftar karya yang dinanti-nanti pembaca sastra serius maupun setengah serius. Setelah Saman, muncullah Larung lalu Bilangan Fu. Karya Ayu Utami pun menginternasional setelah diterjemahkan ke dalam enam bahasa asing.

Fakta-fakta seperti ini layak dijadikan masukan bagi Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dalam menyusun strategi pengembangan ekonomi kreatif.

Badan Ekonomi Kreatif perlu mendorong berbagai institusi yang berkelebihan dana untuk setiap tahun atau secara berkala memberikan penghargaan bagi para pekerja kreatif sehingga denyut aktivitas para seniman semakin terasa dan menghasilkan semakin banyak karya-karya kreatif yang mendunia.

Karya-karya kreatif anak bangsa sebenarnya sudah banyak yang dikonsumsi warga dunia meskipun pekerja kreatif itu berkreasi secara mandiri tanpa bantuan atau uluran tangan negara. Mereka adalah kaum desainer grafis, awak film, pencipta animasi, aktor, komponis dan pelukis.

Tentu neraca transaksi antara karya kreatif asing yang dikonsumsi warga RI dan karya kreatif warga RI yang dikonsumsi kaum mancanegara masih jauh berat ke yang pertama. Itu sudah lumrah dan terjadi di hampir semua negara belum maju. Tak ada yang bisa mengalahkan produk ekonomi kreatif Amerika Serikat.

Yang perlu dipegang secara konsisten adalah penyemaian yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyuburkan iklim berkerja kreatif di Tanah Air. Pemerintah perlu bersikap keras kepada siapapun yang bertingkah atau sekadar membuat pernyataan yang kontraproduktif bagi kegairahan berkreasi.

Pekerja ekonomi kreatif, terutama dari kalangan seniman, membutuhkan iklim kemerdekaan berekspresi yang tak bisa diintimidasi atas nama keutamaan etnik atau religi. Yang perlu digalakkan justru memberikan semakin banyak penghargaan pada mereka.

Pada tahap awal, penghargaan kepada kaum pekerja kreatif boleh jadi masih belum punya gengsi yang tinggi. Namun, dalam tahap selanjutnya, para pengelola penghargaan bagi pekerja kreatif harus berorientasi pada kualitas yang tinggi sehingga mereka yang benar-benar diberi anugerah adalah yang berprestasi sangat tinggi.

Pengalaman beberapa dekade sebelumnya, pemberian penghargaan sering bisa dinegosiasikan lewat faktor gender maupun kedekatan pertemanan. Hal semacam inilah yang membuat banyak penghargaan kehilangan gengsinya. Jika demikian, tentu pemberian anugerah kepada pekerja seni akan sulit mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif.