Pekanbaru, (Antarariau.com) - Polisi menetapkan sopir truk PT Perdana Inti Sawit Perkasa II sebagai tersangka kasus kecelakaan truk colt diesel perusahaan sawit itu di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, yang mengakibatkan enam siswa SD meninggal dunia.
"Sopir sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kami tahan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut," kata Kepala Kepolisian Resor Rokan Hulu AKBP Pitoyo Agung Yuwono, ketika dikonfirmasi wartawan dari Pekanbaru, Selasa.
Kecelakaan tragis itu terjadi pada Senin (2/3), tepatnya di Desa Kasang Mungkal Kecamatan Bonai Darusalam, Kabupaten Rokan Hulu. Truk tersebut sarat muatan puluhan siswa SDN 008 Bonai Darusalam saat terjun ke dalam parit yang akhirnya berujung tragis.
Menurut AKBP Pitoyo, kecelakaan bermula ketika mobil bus antar-jemput sekolah yang difasilitasi perusahaan rusak. Kemudian, Dani Saputra (34) yang merupakan sopir bus sekolah, menjemput siswa dengan menggunakan truk perusahaan sebagai gantinya.
Ia mengatakan truk tersebut ternyata tidak muat menampung 22 siswa, namun Dani tetap memaksakannya. "Ada delapan murid berada di bangku depan truk bersama sopir, dan 16 orang lainnya berada di bak truk. Ini yang diduga membuat sopir kesulitan untuk mengendalikan kendaraan," ujarnya.
Truk yang dikemudikan Dani saat kejadian melaju kencang dari Desa Kasang Mungkal menuju arah PT PISP II melalui perkebunan sawit. Sopir truk hilang kendali saat melintasi areal perkebunan di Blok F 38 Afdeling IV sekira pukul 14.00 WIB, dan truk itu masuk ke dalam parit sedalam tiga meter yang dibuat perusahaan untuk menghalau gajah.
Dalam kejadian itu, sopir selamat namun enam siswa meninggal di tempat karena terhimpit badan kendaraan. Sedangkan, belasan siswa lainnya mengalami luka-luka.
Enam korban yang meninggal dunia seluruhnya adalah anak dari pekerja perusahaan. Mereka antara lain bernama Muara Sidiko berusia sembilan tahun, Kenisha Wahyuni Manik (10), Muhamad Wanda (12), Yuni Widya Astuti (13), Jefri (10) dan Dimas Prasetia Dermawan (9).
Sementara itu, Humas PT PISP II Jumiadi Saputra mengatakan pihaknya tidak tahu pasti siapa pihak yang berinisiatif meminta sopir untuk menjemput siswa dengan truk. Ia mengatakan, sejatinya truk yang mengalami kecelakaan itu biasa digunakan untuk mengangkut hasil panen tandan buah sawit.
Menurut dia, jarak sekolah dengan perumahan pegawai cukup jauh yakni sekitar 15 kilometer dan setiap hari anak-anak yang bersekolah menggunakan bus antar-jemput dari perusahaan.
"Saya tidak tahu pasti apakah sebelumnya truk itu pernah digunakan untuk menjemput siswa. Yang pasti, saat itu bus sekolah kami sedang rusak dan butuh waktu lama perbaikannya. Mungkin ada inisiatif kawan-kawan di lapangan dari bagian transportasi untuk menggunakan truk karena pertimbangan kasihan anak-anak menunggu terlalu lama di sekolah," kata Jumiadi.
Ia mengatakan, pihak perusahaan sangat prihatin atas kejadian tersebut dan menyatakan akan menanggung biaya pengobatan serta memberi santunan bagi korban. "Berdasarkan informasi dari kantor pusat di Pekanbaru, besarnya santunan minimal Rp10 juta per orang dan biaya korban luka akan ditanggung perusahaan," ujarnya.