Penyidik Kejaksaan Periksa Pejabat Pemprov Riau

id penyidik, kejaksaan periksa, pejabat pemprov riau

 Penyidik Kejaksaan Periksa Pejabat Pemprov Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau, Senin, memintai keterangan Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Riau, Wan Amir Firdaus terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Pedamaran I dan II di Pekanbaru.

"Dia (Wan Amir) diperiksa sebagai saksi," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Mukhzan di Pekanbaru, Senin.

Dalam kasus dugaan korupsi Jembatan Pedamaran I dan II di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), sebelumnya Kejati Riau sudah menetapkan seorang tersangka yakni mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Rohil, Ibul Kasri. Ia mengatakan Wan Amir dimintai keterangan karena dinilai mengetahui seluk-beluk proyek tersebut karena pernah menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Rohil.

"Wan Amir pernah menjadi Kepala Bappeda Rohil tahun 2006-2007," katanya.

Selain itu, ia mengatakan Wan Amir Firdaus juga pernah menjabat sebagai

Sekretaris Daerah (Sekda) Rohil saat proyek jembatan itu berlangsung.

Menurut dia, penyidik juga menjadwalkan untuk memeriksa Ketua Tim Peneliti Kontrak Multiyears pembangunan Jembatan Pedamaran I dan II, Budi Mulia.

"Kami berharap para saksi kooperatif terhadap panggilangan jaksa," katanya.

Dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-10 N.4/Fd.1/12/2014 tanggal 09 Desember 2014, Kejati Riau menyatakan ada indikasi kuat terjadi korupsi pada proyek Jembatan Pedamaran I dan II di Rohil sehingga ditetapkan tersangka Ibul Kasri dan kawan-kawan. Penggunaan kata dan kawan-kawan mengindikasikan pihak kejaksaan

mensinyalir terjadi korupsi bersama-sama, namun dugaan paling kuat baru terhadap tersangka Ibul Kasri. Meski begitu, hingga kini tersangka belum ditahan.

Awalnya proyek Jembatan Pedamaran I dan II telah dianggarkan pada tahun 2008-2010 dengan total dana sebesar Rp529 miliar. Dasar kegiatan tersebut adalah Perda

Nomor 02 Tahun 2008 tentang peningkatan dana anggaran dengan tahun jamak pembangunan jembatan tersebut.

Namun, pada kenyataannya penyidik Kejati Riau menemukan bahwa tersangka kembali menganggarkan kegiatan tanpa dasar hukum yang jelas yang mengakibatkan

negara dirugikan. Sebabnya, terjadi pengeluaran dana pembangunan jembatan tersebut yang seharusnya tidak dianggarkan atau dikeluarkan pada tahun 2012, dengan rincian Rp66.241.327.000 dan Rp38.993.938.000 untuk dua jembatan.

Bahkan, jembatan itu kembali dianggarkan pada tahun 2013 sebesar

Rp146.604.489.000. Dengan demikian, total keseluruhannya dana yang keluar dan disinyalir merugikan negara adalah sebesar Rp251.839.754.000.