Pekanbaru (ANTARA) - Dokter Residen Gizi Klinik Universitas Indonesia (UI), dr. Nadhira Afifa, MPH, mengingatkan pentingnya pemahaman gizi seimbang bagi anak-anak. Ia menyoroti masih banyak orang tua yang salah kaprah dengan menganggap cukup memberi makan anak hanya dengan sumber karbohidrat seperti nasi atau mie.
“Banyak orang tua yang menganggap nasi saja sudah cukup. Karena makanan pokok kita nasi, jadi pola makannya cenderung berat di karbohidrat. Padahal itu keliru,” ujar Nadhira saat ditemui usai acara kesehatan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Jangan Lewatkan! Ini Makanan Tinggi Serat yang Harus Selalu Tersedia di Dapur
Nadhira menegaskan bahwa pola makan semacam itu tidak mencerminkan prinsip gizi seimbang. Ia memberi contoh umum yang kerap terjadi, yakni makan nasi dicampur mie yang dianggap ‘lengkap’ padahal sama-sama sumber karbohidrat.
“Di beberapa daerah, mindset-nya masih berpikir asal makan kenyang ya nasi atau mie. Padahal yang dibutuhkan anak bukan cuma itu, tapi lengkap dengan protein, sayur, dan buah,” tambahnya.
Sebagai solusi praktis, Nadhira mengajak orang tua untuk mulai menerapkan panduan “Isi Piringku” dari Kementerian Kesehatan. Panduan ini mengatur proporsi yang seimbang antara karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayur, serta buah dalam satu piring.
“Enggak harus makanan mahal, cukup mulai dari telur saja. Satu butir telur sekitar Rp2.000, dan itu sudah bisa jadi sumber protein hewani yang bagus untuk anak,” jelas dokter lulusan Harvard University itu.
Baca juga: Pola Asuh Berpengaruh pada Kesehatan Jangka Panjang Anak, Kata Pakar Gizi
Lebih lanjut, Nadhira menekankan bahwa membentuk kebiasaan makan sehat tidak bisa hanya dilakukan dengan menyuruh anak. Perubahan perilaku harus dimulai dari keluarga.
“Orang tua harus memberi contoh. Kalau orang tua makan seimbang, anak akan meniru. Jadi harus jadi kebiasaan satu keluarga, bukan cuma dibebankan ke anak,” katanya.
Tak hanya soal makan, Nadhira juga menyoroti pentingnya aktivitas fisik dalam keseharian anak seperti jalan kaki ke sekolah, bermain bersama teman, hingga rutin berolahraga.
“Dan jangan lupakan faktor emosional. Lingkungan keluarga yang harmonis juga sangat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental anak,” pungkasnya.