Pekanbaru (ANTARA) - Aktivitas wisata ekstrem seperti mendaki gunung membutuhkan kesiapan fisik dan pola makan yang seimbang, demikian disampaikan Dokter Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia, dr. Pande Putu Agus Mahendra, M.Gizi, Sp.GK.
“Faktor kebugaran seperti tekanan darah, denyut jantung, hingga kemampuan tubuh untuk pulih, harus jadi perhatian utama,” ujar dr. Pande saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa (1/7).
Ia menekankan bahwa sebelum mendaki, seseorang perlu menakar kondisi tubuh secara menyeluruh. Pemeriksaan kesehatan atau medical check-up sangat disarankan, terlebih bagi pendaki pemula.
Baca juga: Dokter ingatkan orang tua waspada gejala hipotermia saat ajak anak ke gunung
“Medical check-up penting untuk mengetahui batas kemampuan tubuh dalam menghadapi perubahan tekanan udara, kadar oksigen, hingga kelembapan yang terjadi saat pendakian,” jelasnya.
Menurut anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Medis serta Nutrisi Kemenpora ini, selama tubuh tetap bugar, fungsi jantung dan ginjal baik, serta telah melalui latihan fisik yang terkontrol, maka aktivitas mendaki bisa dilakukan tanpa masalah—tanpa batasan usia tertentu.
Ia merekomendasikan latihan fisik minimal tiga bulan sebelum mendaki, seperti latihan kardiovaskular dan angkat beban (weight training), untuk membangun daya tahan tubuh.
Tak kalah penting, dr. Pande menyoroti peran pola makan. Gizi seimbang dengan asupan serat larut dan karbohidrat kompleks berpati sangat diperlukan sebagai sumber energi. Sebaliknya, makanan berfermentasi sebaiknya dihindari menjelang pendakian.
Baca juga: Pejabat Kemlu Malaysia meninggal saat mendaki Gunung Everest
“Tubuh tetap kehilangan cairan meski dalam cuaca dingin, jadi pola minum harus dijaga,” tambahnya, menekankan pentingnya hidrasi selama mendaki.
Terkait konsumsi suplemen, dr. Pande menyebut tidak perlu jika kondisi tubuh sudah fit, latihan memadai, dan asupan nutrisi serta cairan tercukupi.
“Kecuali ada kondisi medis khusus, dan itu sifatnya individual,” pungkasnya.