401 hektare sawit di TNTN ditumbangkan masyarakat dengan sukarela

id TNTN

401 hektare sawit di TNTN ditumbangkan masyarakat dengan sukarela

Alat berat menumbangkan pohon sawit yang ditanam di kawasan TNTN (ANTARA/dok)

Pelalawan (ANTARA) - Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) melaksanakan kegiatan penumbangan pohon sawit seluas 401 hektare yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Minggu (29/6).

Lahan tersebut sebelumnya dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit oleh Nico Sianipar.

Usai menyadari bahwa aktivitas tersebut berlangsung di dalam kawasan konservasi tanpa izin sah, Nico secara sadar dan sukarela menyerahkan kembali lahan tersebut kepada negara.

Ia juga berinisiatif membantu proses pemulihan serta memulangkan para pekerjanya secara mandiri. Penyerahan ini telah disampaikan sejak Mei 2025, dengan proses administrasi yang telah berjalan sebelumnya.

Namun eksekusi lapangan baru terealisasi hari ini dengan dimulainya proses penumbangan pohon sawit sebagai bagian dari rehabilitasi lahan.

“Sudah ada masyarakat yang bersedia menyerahkan lahannya secara sukarela, salah satunya adalah yang kita saksikan hari ini. Ini menunjukkan bahwa dengan cara humanis, proses reforestasi dapat berlangsung lebih cepat,” ungkap ujar Wakil Komandan Satgas Garuda Brigadir Jenderal TNI Dody Triwinarto.

Lebih lanjut, Brigjen Dody menegaskan bahwa sejak Juni 2025, kawasan TNTN secara fisik telah kembali dikuasai negara, dan penyerahan hari ini merupakan bagian dari proses pemulihan yang lebih luas.

Ia berharap tindakan ini menjadi contoh bagi pelaku usaha lain yang masih beraktivitas di dalam kawasan konservasi.

“Sebagai bagian dari dokumentasi dan proses hukum, beberapa aset yang berada di atas lahan termasuk satu unit alat berat, satu unit truk, serta beberapa bangunan kayu telah dilaporkan kepada pimpinan pusat dan tercatat sebagai barang yang kini dikuasai oleh negara,” lanjutnya.

Penegakan hukum oleh Satgas PKH tetap dilakukan dengan mengedepankan prinsip ultimum remedium yaitu menjadikan hukum pidana sebagai upaya terakhir. Mengingat kompleksitas sosial dan ekonomi di balik perambahan hutan, pendekatan Satgas mengutamakan kebijakan bijak dan solusi damai yang efektif.

Menurutnya, perisitiwa hari ini menjadi bukti bahwa strategi ini dapat berjalan dengan sukses dan menciptakan hasil yang positif bagi konservasi dan masyarakat.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.