Pekanbaru (ANTARA) - Mantan Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Siak, Kaharuddin, dijatuhi hukuman enam tahun penjara setelah terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana bencana tahun anggaran 2022.
Vonis tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (25/3).
“Benar, perkara BPBD Siak sudah diputus. Jaksa kita, Furqon Roy, hadir dalam sidang tersebut,” kata Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru Muhammad Juriko Wibisono.
Hakim menyatakan Kaharuddin bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai konsekuensinya, Kaharuddin dijatuhi hukuman enam tahun penjara serta denda Rp100 juta dengan subsidair tiga bulan kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp829.816.063 atau menjalani hukuman tambahan selama 2,5 tahun penjara.
Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang sebelumnya mengajukan hukuman 7,5 tahun penjara, denda Rp300 juta subsidair enam bulan kurungan, serta uang pengganti Rp829.816.063,65 dengan subsidair empat tahun penjara.
Selain Kaharuddin, dua terdakwa lain juga dijatuhi hukuman. Alzukri, yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Siak periode 2022-2023, divonis dua tahun penjara dan denda Rp75 juta subsidair dua bulan kurungan.
Sementara itu, Budiman, Direktur CV Budi Dwika Karya, dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara serta denda Rp75 juta subsidair dua bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp98.306.763 subsidair enam bulan penjara.
“Terdakwa Budiman juga harus membayar uang pengganti Rp73.730.072. Selain itu, uang Rp15.800.000 dirampas untuk negara. Jika tidak membayar sisa uang pengganti sebesar Rp57.930.072, ia akan menjalani hukuman tambahan enam bulan penjara,” jelas Juriko.
Vonis terhadap keduanya juga lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU. Sebelumnya, jaksa menuntut Alzukri dengan lima tahun penjara, denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan, serta uang pengganti Rp98.306.763 subsidair 2,5 tahun penjara. Sedangkan Budiman dituntut 4,5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp73.730.072 subsidair 2 tahun 3 bulan penjara.
Kasus korupsi ini terjadi pada Oktober hingga Desember 2022, ketika BPBD Siak menganggarkan dana untuk pengadaan perlengkapan dinas, seperti handy talkie, sepatu dinas lapangan, serta pakaian dan atribut PDL bagi anggota BPBD Siak.
Kaharuddin, selaku Kalaksa BPBD, memerintahkan Alzukri yang bukan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk membeli barang secara langsung dari toko-toko di Pekanbaru. Mereka kemudian bekerja sama dengan Budiman untuk memasukkan spesifikasi barang tersebut ke dalam etalase e-katalog milik CV Budi Dwika Karya.
Dengan cara ini, BPBD Siak melakukan pembelian dari e-katalog yang telah dimanipulasi, menyebabkan mark-up harga dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1.109.844.681,39 berdasarkan audit Inspektorat Kabupaten Siak.
Saat ini, baik para terdakwa maupun JPU masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.
“Para terdakwa pikir-pikir, kita (JPU) juga pikir-pikir,” pungkas Juriko.