Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pariwisata dari Universitas Andalas Padang Chusmeru mengatakan bahwa kebijakan menaikkan tarif di beberapa destinasi wisata harus dibarengi dengan transparansi penggunaan dana yang jelas sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat.
“Jangan sampai kenaikan tarif di beberapa destinasi wisata itu menimbulkan kegaduhan di sektor pariwisata Indonesia yang sedang berupaya bangkit,” kata Chusmeru kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Chusmeru menuturkan saat ini baik kondisi perekonomian secara nasional maupun global belum membaik, sehingga kenaikan tarif di destinasi wisata dikhawatirkan akan mendapat respons negatif di pasar wisata.
Wisata memancing di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur misalnya. Adanya kenaikan tarif yang melonjak drastis dari Rp25 ribu menjadi Rp5 juta per orang per hari, dinilainya terlalu mahal karena terhitung mengalami lonjakan harga sebesar 20 ribu persen.
Hal ini dikhawatirkan membuat wisatawan domestik tidak lagi tertarik berkunjung ke destinasi wisata tersebut, karena merasa total anggaran dalam berwisata menjadi lebih bengkak.
Belum lagi adanya potensi terbentuknya persepsi di pasar wisatawan dunia bahwa produk wisata Indonesia sangat mahal, sehingga berdampak pada kunjungan wisatawan asing yang memilih berpindah tujuan wisata ke destinasi negara lain yang lebih murah produk wisatanya.
Dengan demikian, Chusmeru menilai jika kebijakan ini segera diterapkan dengan tergesa-gesa maka promosi pariwisata Indonesia ke luar negeri akan menjadi sia-sia jika produk wisatanya dianggap mahal.
“Kenaikan tarif yang drastis itu tentu saja menjadi pukulan berat bagi wisatawan domestik. Jika benar angka-angka kenaikan tarif itu, tentu akan menimbulkan kelesuan dalam pergerakan wisata dalam negeri,” ujar dia.
Menurutnya, transparansi penggunaan dana dapat memberikan gambaran secara lebih jelas soal jenis manfaat atau peralatan yang bisa diperoleh para wisatawan hingga apa saja hal yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga.
Pemerintah, katanya, juga perlu menjelaskan peruntukkan dari anggaran yang diperoleh dari kenaikan tarif tersebut. Contohnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar wisata, program konservasi dan regenerasi lingkungan atau meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan nasional.
“Kenaikan tarif sejumlah tempat wisata perlu dikaji ulang dan dikoordinasikan dengan berbagai kementerian dan lembaga,” ujar dia.
Sebelumnya, terdapat kabar bahwa pemerintah bakal menaikkan tarif destinasi wisata di beberapa daerah. Beberapa di antaranya adalah tarif memancing di Taman Nasional Komodo naik tinggi dari Rp25 ribu jadi Rp5 juta per orang mulai 30 Oktober 2024 hingga tarif penggunaan drone yang semula seharga Rp300 ribu menjadi Rp2 juta per unit.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana pada Minggu (3/11) mengatakan akan mendalami lebih lanjut perihal kasus naiknya tarif tempat wisata hingga biaya menerbangkan kamera drone (nirawak) yang melonjak baru-baru ini.
Ia mengungkap akan pula bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup untuk membahas persoalan tersebut.
Baca juga: Menarik dan terjangkau, Dispar Siak luncurkan paket wisata tematik
Baca juga: 1,46 juta wisatawan kunjungi Pekanbaru hingga Agustus