Kepala PPATK minta semua pihak perangi kejahatan keuangan di bidang lingkungan hidup

id Unand Padang

Kepala PPATK minta semua pihak perangi kejahatan keuangan di bidang lingkungan hidup

International Seminar  bertema tema Optimizing Collaboration in Mitigating and Eradicating Green Financial Crime in Indonesia toward Indoensia Emas 2045" menekankan penting kolaborasi untuk memerangi tindak kejahatan keuangan di bidang lingkungan hidup, kegiatan ini diikuti 936 peserta secara online dan offline 500 orang. ANTARA/Frislidia.

Pekanbaru (ANTARA) - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dr. Ivan Yustiavandana, S.H.,LL.M meminta kepada PPATK dan seluruh pemangku kepentingan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pembiayaan Terorisme (APU-PPT) untuk berkolaborasi memerangi dan memberantas tindak kejahatan keuangan di bidang lingkungan hidup (Green Financial Crime/GFC).

"Tutup seluruh peluang munculnya kejahatan keuangan, dan mari semua pihak memiliki tekad yang sama untuk secara tegas memberantas tindak kejahatan terhadap lingkungan hidup itu, karena GFC sebagai tindak kejahatan keuangan di bidang sumber daya alam dan lingkungan, yang mengeksploitasi sumber daya ilegal yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian negara yang cukup besar," kata Ivan Yustiavandana, di Padang, Selasa.

Dalam kegiatan International Seminar bertema tema Optimizing Collaboration in Mitigating and Eradicating Green Financial Crime in Indonesia toward Indoensia Emas 2045", diikuti 936 online dan offline 500 orang itu, digelar Pusat Studi Centre for International Law and Sustainability (CILS) Universitas Andalas (Unand) Padang, bekerja sama dengan PPATK dan Bank Mandiri di hadiri Dekan Fakultas Hukum Unand, DR. Ferdi SH, MH.

Ia menekankan penting memerangi kejahatan lingkungan seperti perambahan hutan ilegal, pertambangan ilegal, pembakaran hutan dan lahan, penangkapan ikan ilegal, karena pelaku melahirkan kejahatan pencucian uang.

Menurut dia, tindak kejahatan pencucian uang adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta Kekayaan hasil tindak pidana itu melalui berbagai transaksi keuangan agar uang/harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

Ia mengatakan, pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar hasil kejahatannya itu sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkannya.

"Tindak pidana pencucian uang harus diberantas karena mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," katanya.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dr. Rasio Ridho Sani, S.Si., M.Com.,MPM menyebutkan berdasarkan data KLHK, periode 2015- 2024, Gakum LHK sudah menerima pengaduan sebanyak 8.408 kasus dan diberikan kepada pelaku sanksi administrasi sebanyak 3.295, berdasarkan kesepakatan di luar pengadilan sebanyak 292 kasus.

Selain itu KLHK mengajukan gugatan perdata kepada 40 perusahaan, tercatat 1. 615 kasus sudah P-21, 314 menfasilitasi polisi dan jaksa, kemudian sebanyak 2.199 melakukan operasi, dengan jenis kasus 524 TSL, 889 perambahan hutan, 786 kasus pembalakan liar.

Dari 40 gugatan tercatat 21 sudah inkracht, dari 12 proses eksekusi tercatat 7 upaya hukum PK dan 7 sudah inkracht. Sebanyak 13 upaya hukum dan 1 melakukan pendaftaran gugatan. Dari 28 perkara dimenangkan KLHK dan 2 sedang proses penyusunan gugatan.

"Dari semua kasus yang berhasil diselesaikan itu KLKH teah menyelamatkan uang negara sebesar Rp20,85 triliun (nilai inkracht putusan perdata)," katanya.

Juga tampil sebagai pemateri Direktur Kepatuhan dan SDM PT Bank Mandiri Persero Agus Dwi Handaya, Deputi Pelaporandan Pengawas Kepatuhan PPATK Fithriadi Muslim, Prof. DR. Zainul Daulay SH, MH, dosen Fakultas Hukum Unand, dan Resident Advisor The US Department of Jaustice at the US Embassy dengan moderator Sri Oktavia, SH., Msc. Ph.D.