Pekanbaru (ANTARA) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Dr Hikmahanto Juwana SH, LLM, Ph.D mengapresiasi disertasiRina Rusman SH, MH dalam program studi Doktor Hukum Fakultas Hukum Unandterkaitperlindungan properti budaya dalam hukum humaniter/hukum konflik bersenjata.
"Sesuai hukum humaniter properti budaya perlu dilindungi sebagai upaya pencegahan genosida atau pembersihan etnis sehingga properti budaya harus diberi tanda sebagai sinyal agar tidak dihancurkan atau dirusakpada masa perang dan masa non perang," kata Hikmahanto di kampusUnand diPadang, Sabtu.
Profesor Hikmahanto Juwana, tampil sebagai penguji eksternal dalam ujian terbuka disertasi Rina Rusman SH, MH dalam program studi Doktor Hukum Fakultas Hukum Unand yang berjudul"Perlindungan properti budaya dalam masa perang dan non perang, implementasi nasional atas hukum internasional untuk keberlanjutan peradaban umat manusia dan mencegah genosida".
Menurut Hikmahanto, disertasi Rina bagus karena memuat perlindungan properti budaya sebagai bentuk pencegahan genosida. Dalam situasi perang properti budaya yang dihancurkan bisa mengakibatkan penghilangan etnis itu.
"Pemerintah perlu melakukan pelarangan, serta menggiatkan sosialisasi kepada prajurit TNI ketika mereka berperang dan punya konflik dengan masyarakat setempat yang mau melakukan supervisi, agar tidak melakukan serangan terhadap properti budaya," katanya.
Jadi disertasi ini harus ditindak lanjuti oleh pemerintah dalam pembentukan aturan nasional. Kendati sudah ada UU Cagar Budaya akan tetapi permasalahannya belum sesuai dengan apa yang diharapkan dalam hukum humaniter.
"Prajurit yang bertugas ke luar negeri untuk menjaga perdamaian dunia dan memastikan bahwa prajurit tidak melakukan tindakan yang tidak diperbolehkan dalam humaniter karena itu akan ada konsekwensi bagi prajurit sehingga sosialisasi perlindungan properti ini perlu digencarkan," katanya.
Rina Rusman mengatakan dalam masa non perang perlindungan terhadap properti budaya selain pelestarian juga harus serius melakukan pencegahan dari tindakan kerusakan oleh warga masyarakat atau tindakan kekerasan dari aparat berwenang, walaupun itu alasan untuk kepentingan dan keamanan masyarakat.
"Namun demikian terhadap properti budaya dan cagar budaya harus ada pertimbangan tertentu, supaya dijauhkan dari resiko kerusakan termasuk dari tindakan aparat keamanan.Upaya pencegahan tidak melemahkan operasi aparat, sehingga perlu aturan yang jelas menentukan kriteria memperbolehkan aparat keamanan melakukan tindakan agar tidak membahayakan keselamatan properti budaya itu," katanya.
"Perlindungan hukum terhadap properti budaya dan pemiliknya diperlukan. Merusak properti budaya adalah merusak identitas masyarakat, merusak peradaban umat manusia," kata Rina Rusman yang juga konsultan untuk ICRC Jakarta Regional Delegation Indonesia dan Timor Leste itu.
Sidang ujian terbuka dipimpin Dr Ferdi SH M.Hum, dengan penguji Prof Firman Hasan SH, LLM, Dr. Jean Elvadri SH, MH dan Prof Dr Kruniawan SH, M.Hum (Ketua PSDIH), Dr Charles Simabura, SH, MH (Sekretaris PSDIH), Prof Dr Zainul Daulay SH, MH, (promotor) dan Prof Dr Elwi Danil, SH, MH, (co promotor) serta Dr Syofirman Syofyan SH, MH (Co Promotor).
Prof Hikmahanto apresiasi disertasi tentang perlindungan properti budaya saat perang
"Sesuai hukum humaniter properti budaya perlu dilindungi sebagai upaya pencegahan genosida atau pembersihan etnis".