Kupang (ANTARA) - "Waktu kecil memang kami hidup dalam kesusahan, kadang untuk bayar uang sekolah saja sulit sekali, sehingga saya terpaksa mencari uang tambahan dengan mencangkul kebun orang dengan bayaran Rp10 ribu per hari," cerita Bripka Vinsensius M. Nurak, saat memulai kisahnya.
Orang tuanya hanyalah seorang petani, sehingga pemasukan keuangan tidak menentu. Jangankan untuk jajan di sekolah atau beli buku untuk belajar, untuk makan pun sulit. Karena itu, Vinsen, pangilan akrab Vinsensius M. Nurak, berusaha mencari uang sendiri, apalagi setelah ibunya meninggalkannya pada saat dia dirinya berusia 15 tahun.
Berangkat dari pengalaman memilukan saat dirinya masih berada di bangku sekolah itulah dia kemudian punya niat tulus untuk mendirikan rumah belajar yang dapat digunakan secara gratis di tempatnya bertugas.
Apalagi banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu yang berada di sekitar tempatnya bertugas, sehingga semangat untuk membangun rumah belajar itu sangat kuat.
Bripka Vinsensius M. Nurak yang merupakan anggota Intelmob Kompi 1 Batalyon B Pelopor Maumere, Satuan Brimob Polda NTT, itu kemudian membicarakan niat baiknya tersebut dengan calon istrinya yang pada tahun 2014.
Calon istrinya tersebut kemudian menanggapinya dengan positif niat baik tersebut, namun tidak langsung diwujudkan. Apalagi, saat itu, calon istrinya tersebut mendapatkan beasiswa Australia Award di kampus Monash University.
Sekembalinya dari Australia pada tahun 2016, dia dan pacarnya menikah. Setelah itu, dia kemudian mendirikan rumah belajar gratis dengan nama "Rumah Belajar Sanctissima".
Nama Sanctissima sendiri diambil dari nama anaknya yang bernama Sanctissima Seravim Nurak, yang kini masih berada dibangku sekolah dasar (SD) di susteran Ferarri Maumere.
Saat awal mendirikan rumah belajar tersebut, Bripka Vinsen dan istrinya Maria Sherly Hilene sempat kewalahan. Karena dana yang mereka miliki belum cukup. Mereka kebingungan, saat itu mencari bantuan dana dari berbagai pihak.
Pasangan suami istri itu bersyukur karena ada seorang dokter di Kabupaten Sikka menyisihkan sedikit uangnya untuk membantu Vinsen dan Maria membangun rumah belajar tersebut.
"Puji Tuhan karena ada dokter Asep yang membantu kami sedikit dana untuk kemudian kami bisa bangun rumah belajar serta menambah fasilitas di dalamnya," cerita Vibsen, dalam perbincangan dengan ANTARA.
Lulusan Bintara Brimob Gelombang I tahun 2006, di Watu Kosek, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, itu kemudian mendapatkan respons baik dari masyarakat di Dusun Woloara, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, itu.
Apalagi apa yang dibangun oleh Bripka Vinsen dan istrinya ditujukan untuk masa depan anak-anak di dusun tersebut.
Kisah mereka kemudian menarik perhatian pasangan suami istri berkewarganegaraan Belgia yang kemudian berkunjung ke tempat tinggal Vinsen dan istrinya. Pasangan asal Belgia itu memberikan bantuan sejumlah uang tunai yang dapat digunakan untuk membantu kebutuhan anak-anak di rumah belajar tersebut dan membayar honor para guru.
Sejak awal didirikan, ada beberapa guru yang secara sukarela datang memberikan ilmu untuk mengajar anak-anak di rumah belajar itu.
Untuk semua
Rumah Belajar Sanctissima inisiatif dari Bripka Vinsen dan istrinya, telah menjadi cahaya harapan bagi anak-anak di Dusun Woloara, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, sejak tahun 2016.
Inisiatif ini lahir dari tekad bersama pasangan suami istri ini untuk tidak membiarkan seorang pun anak terpinggirkan dalam proses pendidikan.
Dengan visi "No Child Left Behind", Rumah Belajar Sanctissima berkomitmen untuk menyediakan sumber belajar bagi anak-anak dan remaja sebagai bekal pembelajaran sepanjang hayat.
Misi mereka meliputi peningkatan kemampuan numerasi dan literasi anak-anak, peningkatan kualitas kesehatan fisik dan mental melalui posyandu anak dan remaja, pengenalan kamtibmas, bimbingan rohani, serta pengembangan kearifan lokal melalui kelas tenun ikat.
Kini rumah belajar itu telah menampung sekitar 50 anak dari keluarga kurang mampu dari berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari PAUD hingga SMA.
Inisiatif rumah belajar itu tidak hanya merupakan bentuk kepedulian terhadap pendidikan anak-anak di kampung yang kurang mampu, tetapi juga sebuah nazar dari pasangan polisi dan istrinya beasiswa yang diterima untuk studi S2 di Australia.
Setiap hari, Rumah Belajar Sanctissima buka pintunya dengan menyediakan perpustakaan dan wifi gratis bagi anak-anak yang membutuhkan.
Selain itu, mereka juga menyelenggarakan berbagai layanan gratis pada hari Senin, Rabu, dan Jumat, mulai dari kelas baca tulis, hingga kelas Bahasa Inggris. Bahkan, terdapat kelas tenun ikat bagi anak-anak SMP dan SMA.
Selain kegiatan pembelajaran, Rumah Belajar Sanctissima juga memberikan makanan tambahan gratis, seperti susu, telur, roti, dan makanan pokok, serta menyelenggarakan posyandu anak dan remaja setiap bulan.
Selain belajar membaca, menulis dan lainnya, Bripka Vinsen dan istrinya menyediakan lahan seluas satu hektare bagi anak-anak rumah belajar untuk belajar bercocok tanam, dengan hasil panen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional anak-anak, terutama buku dan makanan.
Pelayan masyarakat
Walaupun sudah berdiri selama kurang lebih delapan tahun, rumah belajar itu masih butuh banyak bantuan untuk kebutuhan anak-anak yang belajar di rumah itu, khususnya butuh lebih banyak buku-buku bacaan untuk melatih anak-anak membaca.
Beberapa buku koleksi di tempat itu banyak yang sudah lusuh dan kusam karena sering dibaca, sehingga memerlukan lebih banyak buku baru.
Karena itu dukungan dari semua pihak diperlukan untuk peningkatan pendidikan anak-anak di dusun tersebut bisa berjalan lancar demi pendidikan serta masa depan anak-anak di daerah itu.
Kegiatan positif yang dilakukan Vinsen ini, menurut Kabid Humas Polda NTT Ariasandy, menjadi bukti nyata masih banyak anggota Polri baik di tengah masyarakat yang bisa menciptakan ide dan kreasi untuk membantu masyarakat.
Orang-orang seperti Bripka Vinsen, bagi pemimpin Polda NTT, bekerja dengan hati dalam mengaplikasikan salah satu tugas pokoknya sebagai abdi masyarakat, yaitu sebagai "pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat".
Bagi Polda NTT, anggota Polri yang seperti ini sudah sepatutnya mendapatkan penghargaan dari pimpinan sebagai motovasi bagi anggota Polri yang lain, termasuk bisa menjadi role model.