Kudus (ANTARA) - BPBD Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, memperkirakan bahwa banjir bandang di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus karena hutan yang ada di Pegunungan Kendeng gundul sehingga air hujan tidak terserap ke tanah ketika curah hujan tinggi.
"Dengan kondisi pegunungan yang gundul, tentunya curah hujan tinggi menyebabkan banjir bandang karena airnya tidak terserap ke tanah, melainkan langsung turun ke aliran sungai setempat," kata Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus Munaji di Kudus, Sabtu.
Ia mengungkapkan banjir bandang yang di Desa Wonosoco terjadi pada Jumat (24/11) pukul 18.30 WIB hingga pukul 19.30 WIB.
Saat kejadian, kata dia, perkampungan di desa setempat tergenang hingga 40 sentimeteran. Di antaranya yang terdampak di Rukun Tetangga (RT) 1, 2, 3, dan RT 4 RW 1, serta membawa material lumpur antara 5-10 cm ketebalannya.
Jumlah rumah warga yang terdampak mencapai 41 rumah, namun tidak ada yang mengalami kerusakan.
Sebelum terjadi banjir bandang, kata dia, di daerah setempat terjadi hujan deras dari mulai pukul 18.15-19.00 WIB.
"Sungai setempat juga tidak mampu lagi menampung debit air kiriman dari kawasan pegunungan. Kondisi ini diperparah dengan sedimentasi lumpur yang menyumbat jembatan di RT 3 RW 1 mengakibatkan air limpas ke jalan dan rumah warga," ujarnya.
BPBD Kudus, imbuh dia, setelah mendapatkan laporan bencana banjir, langsung menuju tempat kejadian untuk melakukan pembersihan jalan dari lumpur dan beberapa rumah terdampak.
Pemerhati lingkungan Universitas Muria Kudus (UMK) Hendy Hendro mengakui sebelum curah hujan makin meningkat sudah mengingatkan pemda setempat untuk melakukan antisipasi, khususnya di Desa Wonosoco yang memang gunungnya gundul.
"Tentunya harus ada upaya mengurangi dampak gundulnya hutan yang ada di Pegunungan Kendeng karena berbagai faktor," ujarnya.
Di antaranya, karena alih fungsi lahan hutan, penambangan galian C, budidaya jagung atau tanaman semusim tanpa diimbangi dengan tanaman keras atau pohon.
Selain itu, kata dia, kurang maksimalnya fungsi terasering yang tugasnya mengurangi laju erosivitas dan laju air permukaan, serta kurangnya tutupan vegetasi khususnya tanaman keras.
Menurut dia tindakan yang harus dilakukan, yakni merubah pola budidaya dari tanaman semusim yang dominan, menjadi tanaman keras produktif yang dominan, melakukan reboisasi dengan memanfaatkan tanaman produktif non-kayu, menerapkan budidaya wanatani "agroforestri", melakukan recovery daerah pertambahan dengan menanami berbagai jenis pohon yang produktif non-kayu, serta membuat embung atau tampungan air di bekas penambangan.
Baca juga: Air Sungai meluap ke bibir jalan di Kecamatan Gunung Sahilan, warga santai saja
Baca juga: Waspada banjir saat pintu waduk PLTA Koto Panjang terbuka
Berita Lainnya
UNIFIL berduka atas tewasnya petugas penjaga perdamaian akibat tabrakan di Lebanon
16 November 2024 16:25 WIB
Indonesia mulai integrasikan bioenergi dan CCS guna kurangi emisi karbon
16 November 2024 16:10 WIB
Presiden China Xi Jinping ajak anggota APEC promosikan ekonomi inklusif
16 November 2024 15:57 WIB
Mike Tyson kalah dari Paul Jake dalam pertarungan selama delapan ronde
16 November 2024 15:49 WIB
BPBD DKI sebut genangan banjir rob di Jakarta Utara mulai berangsur turun
16 November 2024 15:25 WIB
Ketua MPR Ahmad Muzani lelang 1 ton sapi untuk disumbangkan korban Gunung Lewotobi
16 November 2024 15:10 WIB
Presiden Prabowo: APEC harus jadi model solidaritas dan kolaborasi Asia Pasifik
16 November 2024 14:49 WIB
Nelayan di Flores Timur NTT mulai lakukan aktivitas memancing
16 November 2024 14:01 WIB