Generasi muda Indonesia harus disiapkan untuk sikapi era disrupsi informasi

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Generasi muda

Generasi muda Indonesia harus disiapkan untuk sikapi era disrupsi informasi

Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa Satria. (ANTARA/HO-PMD BNPT)

Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa Satria menjelaskan bahwa untuk menyikapi era disrupsi informasi, generasi muda Indonesia harus disiapkan agar mampu hidup di dalamnya.

Jangan pula diasumsikan bahwa mereka harus menghindari konten-konten yang negatif, karena dengan begitu mereka menjadi tidak dewasa dalam melakukan filtrasi informasi.

“Setelah anak-anak muda ini kita persiapkan, lalu kita ajak mereka untuk meng-counter isu-isu negatif yang bisa mereka temukan. Ini harus dilakukan melalui banyak platform, bukan hanya di media sosial, tapi juga dengan tatap muka secara langsung, seperti di rumah ibadah dan sekolah," jelas Hariqo dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut Hariqo, generasi muda akan terpapar dengan konten-konten negatif baik di pertemuan online maupun offline.

"Meskipun kalau kita lihat dari populasi Indonesia, mungkin hanya sekian orang saja yang punya pemahaman sangat radikal, karena pada umumnya masyarakat Indonesia ini moderat," lanjutnya.

Lebih lanjut, Hariqo menjelaskan bahwa era disrupsi informasi yang sedang terjadi memiliki tantangan yang cukup kompleks bagi generasi muda. Begitu masifnya sebaran konten yang belum jelas terbukti kebenarannya, mengharuskan remaja memiliki kemampuan berpikir kritis (critical thinking) yang lebih terasah dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Dengan demikian, mereka tidak mudah dipengaruhi sebaran konten negatif seperti berita bohong dan intoleransi yang dapat merusak tatanan kebangsaan Indonesia.

Pakar komunikasi dan media sosial ini pun menambahkan bahwa tidak mungkin pemuda yang radikal ataupun penyebar berita bohong karena faktor tunggal semata. Kalau ada siswa yang menyebar berita bohong, bukan hanya siswanya yang salah, tapi apa peranan wali kelas dan kepala sekolahnya sehingga siswa ini bisa menyebarkan berita bohong. Semuanya harus diusut tuntas.

"Ibarat orang sakit di umur 25 tahun, harus dicek latar belakangnya kan? Waktu balitanya dia bagaimana gizinya, waktu kecil dia makan apa, kok tiba-tiba dia umur 25 tahun sudah rusak ginjalnya? Begitu pula dengan tendensi penyebaran berita bohong dan konten intoleransi, dia harus dicek secara komprehensif. Kapan dan dimana dia masuk sekolah? Siapa saja guru sekolah dan guru ngajinya? Apakah dia pernah mendapatkan literasi yang terkait berita bohong selama ini? Kalau memang kepolisian mau mendalami, pasti akan sampai pada kesimpulan bahwa itu bukan 100 persen salah dari pelajar itu,” tegas Hariqo.

Dirinya pun menerangkan bahwa pelaku yang demikian seringkali sudah dibentuk dalam satu sistem yang memang membuat dia tidak terasah nalarnya. Seolah-olah dia lahir dari lingkungan yang mencetaknya menjadi penyebar berita bohong.

Menurutnya, berita bohong bukan terkait dengan otak saja, tapi juga menyangkut kecerdasan mental dan kestabilan emosional.

"Orang yang terlatih secara emosional dan pendewasaan dirinya baik, maka tidak akan tergoda untuk menyebarkan informasi yang tidak jelas asal-usulnya. Sebenarnya pola-pola penyebaran berita bohong seperti ini sudah terjadi sejak dulu, bedanya sekarang lebih mudah untuk dilakukan dengan adanya media sosial," ungkapnya.

Hariqo menambahkan bahwa penangkalan berita bohong dan ujaran kebencian tidak hanya menjadi tugas para generasi muda saja, tetapi juga harus mendapatkan dukungan dari negara.

"Negara perlu hadir untuk memberikan dukungan kepada mereka secara konkret dan konsisten, sehingga semangat dan niat yang baik dari generasi muda Indonesia dalam menangkal intoleransi bisa dilakukan secara berkelanjutan," pungkasnya.

Hariqo berpesan agar Indonesia memiliki proses yang serius untuk mencetak orang-orang yang tidak hanya dewasa dalam bersikap, tetapi juga punya resiliensi terhadap ujaran bohong serta kebencian. Tentunya ini tidak bisa diraih dengan hanya membentuk program secara serampangan.

Baca juga: Menkopolhukam Mahfud MD nyatakan Indonesia emas 2045 diwujudkan generasi muda

Baca juga: BRIN: Aplikasi teknologi tarik minat generasi muda untuk kerja di sektor pertanian