Jenewa (ANTARA) - Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) meningkatkan peringatan tentang dampak gelombang panas global yang berlangsung saat ini terhadap anak-anak, terutama di Asia Selatan.
Frekuensi dan tingkat keparahan gelombang panas diperkirakan akan meningkat di masa mendatang seiring dengan adanya perubahan iklim, kata UNICEF pada Senin (7/8).
Asia Selatan memiliki persentase tertinggi terkait anak-anak yang terpapar suhu tinggi ekstrem, dan 76 persen anak berusia di bawah 18 tahun di kawasan ini, yakni sebanyak 460 juta jiwa, merasakan suhu di atas 35 derajat Celsius selama 83 hari atau lebih dalam setahun.
"Ini berarti tiga dari empat anak di Asia Selatan telah terpapar suhu tinggi ekstrem, dibandingkan dengan hanya satu dari tiga anak (32 persen) secara global," papar badan itu.
"Kami khususnya mengkhawatirkan bayi, balita, anak penderita malanutrisi, dan wanita hamil mengingat mereka merupakan kelompok paling rentan terpapar sengatan panas (heat stroke) dan dampak serius lainnya," kata pejabat PBB tersebut.
"Kehidupan dan kesejahteraan jutaan anak di seantero Asia Selatan kian terancam oleh gelombang panas dan suhu tinggi. Negara-negara di kawasan itu tidak termasuk yang terpanas di dunia saat ini, namun suhu panas di Asia Selatan menimbulkan risiko yang mengancam nyawa bagi jutaan anak rentan," tutur Direktur Regional UNICEF untuk Asia Selatan Sanjay Wijesekera.
"Kami khususnya mengkhawatirkan bayi, balita, anak penderita malanutrisi, dan wanita hamil mengingat mereka merupakan kelompok paling rentan terpapar sengatan panas (heat stroke) dan dampak serius lainnya," kata pejabat PBB tersebut
Menurut Indeks Risiko Iklim Anak UNICEF 2021, anak-anak di Afghanistan, Bangladesh, India, Maladewa, dan Pakistan "berisiko sangat tinggi" terkena dampak perubahan iklim.