Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan penguatan rupiah terhadap dolar AS pada Kamis pagi, dipengaruhi oleh optimisme pelaku pasar pada periode akhir kebijakan moneter ketat melalui kenaikan suku bunga The Fed untuk memerangi inflasi di AS.
“(Hal ini) mengacu pada data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang lebih rendah dibanding perkiraan para analis. Per Juni 2023, data inflasi IHK sebesar 3 persen, sedangkan perkiraan dari para analis ialah 3,1 persen,” ujar dia ketika ditanya ANTARA di Jakarta, Kamis.
Hasil survei menunjukkan 92 persen responden meyakini The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 5,25-5,50 persen pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada hari ini.
Selain itu, penguatan rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini yang menguat 0,66 persen atau 100 poin menjadi Rp14.975 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.075 per dolar AS mengindikasikan peningkatan risiko pada emerging market dan adanya penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Indikasi peningkatan selera risiko berinvestasi dapat dilihat dari peningkatan minat investor asing pada obligasi pemerintah Indonesia,” ucap Rully.
Dolar AS jatuh ke level terendah dalam lebih dari setahun pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah indeks harga konsumen (IHK) AS untuk Juni menunjukkan laju inflasi melambat ke level terendah sejak 2021 menunjukkan Federal Reserve mungkin harus menaikkan suku bunga hanya sekali lagi tahun ini.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, anjlok 1,19 persen menjadi 100,5220 pada akhir perdagangan, mencapai level terendah dalam lebih dari setahun, yang juga merupakan persentase penurunan harian terbesar sejak awal Februari.
Inflasi tahunan AS melambat menjadi 3,0 persen bulan lalu, laju tahunan terkecil sejak Maret 2021, menurut IHK terbaru yang dirilis Rabu (12/7/2023) oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Inflasi inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, turun menjadi 4,8 persen per tahun, di bawah proyeksi konsensus sebesar 5,0 persen.
"Dolar dilanda aksi jual secara menyeluruh setelah laporan inflasi AS yang lemah hari ini meningkatkan taruhan bahwa siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve akan segera berakhir," kata Matthew Ryan, kepala strategi pasar di perusahaan jasa keuangan global Ebury.
Baca juga: Nilai tukar rupiah berbalik arah menguat ditopang peningkatan PMI manufaktur RI
Baca juga: Analis ungkap penyebab nilai tukar Rupiah tertekan penguatan dolar AS
Berita Lainnya
Langkah Komang Ayu terhenti di perempat final usai kalah dari Yue Han pemain Tiongkok
17 May 2024 17:07 WIB
Ruth Sahanaya berpesan ke musisi muda agar kedepankan sikap dan perilaku baik
17 May 2024 15:52 WIB
Pj Bupati Inhil tegaskan seluruh OPD gunakan BRK Syariah untuk layanan jasa perbankan
17 May 2024 15:32 WIB
Yonif 122/Tombak Sakti laksanakan patroli patok MM 2.2 di perbatasan RI-PNG
17 May 2024 15:20 WIB
Menlu Retno: upaya Israel hambat bantuan kemanusiaan untuk Gaza sistematis
17 May 2024 14:54 WIB
TNI AU sambut kedatangan pesawat Hercules ke lima di Halim Perdanakusuma
17 May 2024 14:25 WIB
Film "Malam Pencabut Nyawa", melawan teror mematikan dari alam mimpi
17 May 2024 14:15 WIB