Puncak masa panen picu harga gabah di Meranti

id Kebutuhan beras di Meranti ,Harga gabah ,GKG ,Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Meranti ,DKPP Meranti

Puncak masa panen picu harga gabah di Meranti

Ilustrasi petani sedang memanen padi. (ANTARA/dok)

Selatpanjang (ANTARA) - Harga beli gabah kering giling (GKG) dari petani lokal di Kabupaten Kepulauan Meranti turun 10 persen atau sebesar Rp4.500 per kilogram dari harga sebelumnya Rp5.000 dipicu adanya puncak masa panen dan hasil padi sedang melimpah.

Harga tersebut juga selisih 22 persen dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku pada 27 Februari 2023 lalu. Berdasarkan penetapan HET yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga pembelian GKGtingkat penggilingan berkisar Rp5.700 per kilogram.

Penyuluh Pertanian Lapangan di Kecamatan Rangsang Barat, Damri Maulana, mengatakan musim panen sangat mempengaruhi pada nilai harga gabah petani lokal. Di saat ketersediaannya sedang melimpah, harga gabah akan menurun.

"Sekarang ini tengah puncak panen, dan biasanya harganya lebih rendah. Per hari ini saja turun menjadi Rp4.500. Pada masa itu juga petani kita banyak menyimpan gabah di rumah. Saat tidak musim panen, harga jualnya bisa mencapai Rp5.000 per kilogram," ungkap Damri kepada ANTARA, Selasa.

Dijelaskan Damri, dua kecamatan di Kepulauan Meranti yakni Rangsang Barat dan Rangsang Pesisir merupakan daerah penghasil beras terbesar di Meranti. Petani lokal akan menjual gabah yang telah digiling ke warung dan penampung. Tetapi biasanya mereka lebih banyak menjual yang sudah menjadi beras.

"Ada yang dijual di kedai dan ada yang langsung ke penampung atau BUMDes yang dikelola poktan(kelompok tani) dengan jumlah yang besar. Kalau untuk beras, kita memiliki bermacam varian dan sudah bisa dikomersilkan, harganya mulai Rp11.000 sampai Rp12.000. Tapi tergantung kualitas, kalau bagus, harganya jual tinggi sampai Rp13.000," bebernya.

Lebih jauh, ia juga menyebutkan jika puncak masa panen padi petani di Meranti dilakukan pada tiga bulan di awal setiap tahun setelah penanaman. Memasuki bulan April, petani akan kembali menanam padi untuk musim selanjutnya.

Menurut dia, petani lebih dominan menanam padi sekali setahun. Tetapi ada juga yang telah melakukan penanaman dua kali setahun yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah.

"Bulan Januari, Februari dan Maret itu puncak panen, tapi pas tingginya itu di akhir Februari lalu. Awal April ini rencananya ada yang akan mulai menanam, dan bulan Juli sudah bisa panen, karena masa panennya setelah tiga bulan penanaman," katanya.

"Setelah panen, petani akan kembali mulai menanam lagi untuk musim kedua. Mereka biasa dalam sekali panen mampu menghasilkan 3,5 sampai 3,8 ton dalam satu hektare," lanjutnya lagi.

Damri juga tak menampik soal adanya kendala yang dialami oleh petani lokal. Lahan sawah di Kepulauan Meranti yang digarap petani berada dekat dengan pesisir pantai, sehingga air pasang laut yang sering terjadi pada awal dan akhir tahun akan mudah masuk ke area lahan.

Untuk mengantisipasi itu, tanggul pengaman yang ada saat ini belum mampu menahan air pasang. Namun mereka beruntung, karena tahun ini curah hujan sangat tinggi, dan air pasang yang terjadi pada awal tahun dapat ditahan dengan resapan air hujan yang ada di dalam tanah.

"Masalah utama kita adalah tanggul pengaman yang belum maksimal. Sebab wilayah lahan sawah kita berada di pesisir pantai, jadi saat musim pasang tinggi, air asin akan masuk ke lahan dan dapat berpotensi gagal panen," tuturnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kepulauan Meranti, Ifwandi menerangkan, produksi beras dari petani lokal berdasarkan luasan lahan sawah yang ditanam padi.

Ia menyebutkan, ada sekitar 3.000 hektar sawah di seluruh Kepulauan Meranti yang digarap. Dalam satu hektar itu mampu menghasilkan lebih kurang 3,5 hingga 4 ton gabah dalam sekali panen.

"Hasil produksi (gabah) kita masih rendah dalam sekali panen. Jadi didapatlah hasil produksinya itu sekitar 10.000 ton gabah kering lebih dari luasan lahan sawah 3.000 hektar," kata Ifwandi.

Lanjut dia, 10.000 ton gabah kering yang dihasilkan hanya dapat dikonversikan menjadi beras sebanyak 60 persen atau 6.000 ton. Untuk mencukupi kebutuhan beras di Meranti, petani hanya mampu memenuhi 27 persen saja dari 22.000 ton beras yang dibutuhkan dalam per tahunnya.

"Kebutuhan (beras) kita di Meranti itu mencapai 22.000 ton per tahun, jadi masih ada kekurangan sekitar 16.000 ton lagi. Supaya kita tidak kekurangan pangan, maka sisa 16.000 ton beras itu dipasok dari luar daerah," jelas Ifwandi.