Pekanbaru (ANTARA) - Pengamat hukum Universitas Islam Riau M Musa menilai proses hukum dapat dilakukan apabila memang terjadi dugaan penyuapan dari terdakwa kepada jaksa untuk kelancaran penanganan sebuah kasus.
Hal itu dinyatakan sekaitan dengan hebohnya pernyataan Mantan Rektor UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau Akhmad Mujahidin yang mengaku memberikan sejumlah uang kepada jaksa melalui pihak ketiga untuk kelancaran kasusnya beberapa hari lalu.
Namun Musa menilai hal tersebut masih sebuah rumor dan belum adanya proses hukum. Ditambah lagi pengakuan tersebut hanya berdasarkan testimoni dari sebelah pihak.
"Saya tidak menyatakan itu benar terjadi, namun jika memang terjadi perbuatan serupa, maka ada beberapa hal yang menjadi persoalan secara hukum dan kode etik," sebut Musa kepada ANTARA melalui telepon, Jumat sore kemarin (13/1).
Dijelaskan Musa, berangkat dari Peraturan Jaksa Agung RI nomor 14 tahun 2012 yang berkaitan dengan kode etik dan integritas jaksa, disebutkan bahwa jaksa tidak boleh menghubungi pihak-pihak yang terkait dalam suatu perkara dengan tujuan untuk membuat suatu kesepakatan atau iming-iming dalam kerjanya.
Oleh karena itu, jaksa tidak boleh memanfaatkan kewenangan untuk keuntungan diri sendiri dengan menjanjikan perkara atau merubah fakta maupun data dalam suatu perkara.
Selain itu, dikatakan Musa, dugaan penyuapan tersebut juga berkaitan dengan UU tindak pidana korupsi dan gratifikasi sesuai pasal 368 KUHP.
"Apabila hal serupa terjadi, maka proses hukum dapat dilakukan oleh Kejaksaan Agung maupun KPK dengan catatan apabila ada bukti permulaan yang cukup. Namun dalam kasus tersebut sampai sekarang bukti permulaan yang cukup belum ada, baru testimoni dari pihak terdakwa," pungkas Musa.
Sebelumnyatersebar kabar di media sosial WhatsApp terkait dugaan suap yang dilakukan mantan Rektor UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau Akhmad Mujahidin kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam surat pertama tertanggal Sabtu (7/1) tersebut, tertulis Mujahidin menginginkan uang Rp460 juta yang telah diterima JPU DSD melalui perantara berinisial SP dapat dikembalikan.
Namun Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru membantah salah satu jaksanya terlibat dugaan suap seperti yang dituduhkan Akhmad Mujahidin.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pekanbaru Agung Irawan memastikan pihaknya tak pernah menerima apapun dari terdakwa Akhmad Mujahidin ataupun penasihatnya.
Selain itu dalam perjalanan kasus, SP, pria yang disebutkan dalam surat terbuka yang ditulis Akhmad Mujahidin mengaku tidak memberikan uang ke jaksa manapun dan menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi.
Sebelumnya,Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru membantah salah satu jaksanya terlibat dugaan suap seperti yang dituduhkan Mantan Rektor UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau Akhmad Mujahidin.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pekanbaru Agung Irawan memastikan pihaknya tak pernah menerima apapun dari terdakwa Akhmad Mujahidin ataupun penasihatnya.
Sementara, Mujahidin dalam sebuah pertemuan mengatakan bahwa surat yang ditulisnya itu benar.
Dugaan penyuapan jaksa di Pekanbaru, Pengamat: Keduanya bisa dipidana
Jaksa tidak boleh memanfaatkan kewenangan untuk keuntungan diri sendiri dengan menjanjikan perkara atau merubah fakta maupun data dalam suatu perkara,