Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menepis tudingan yang sempat beredar bahwa pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM) untuk menghidupkan kembali komunisme di Tanah Air.
Tudingan itu sempat merebak karena kerja Tim PPHAM yang meninjau sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa 1965-66.
"Itu tidak benar karena berdasarkan hasil tim ini, justru yang harus disantuni bukan hanya korban dari PKI, tetapi juga direkomendasikan korban kejahatan yang muncul saat itu, termasuk para ulama dan keturunannya," kata Mahfud di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu.
Mahfud yang juga menjabat Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM mewakili tim tersebut menyampaikan laporan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Laporan tersebut, lanjut Mahfud, menjadi bukti bahwa tudingan terkait upaya membangkitkan komunisme sama sekali tidak benar.
"Tidak benar, ini misalnya mau memberi angin kepada lawan Islam karena (peristiwa pembunuhan) dukun santet di Banyuwangi itu yang akan diselesaikan dan disantuni atas rekomendasi Tim PPHAM ini semuanya ulama," ujarnya.
Mahfudmengajukan argumen serupa mengenai misalnya korban sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh, yang menurut dia seluruhnya Islam.
"Kenapa harus dikatakan bahwa ini untuk mendiskreditkan Islam? Untuk memberi angin kepada PKI? Itu sama sekali tidak benar karena soal PKI itu sudah ada TAP MPR-nya," ujar Mahfud.
Tim PPHAM selain merekomendasikan pemenuhan santunan bagi para korban juga menyampaikan sejumlah rekomendasi sosial, politik, dan ekonomi kepada Presiden Jokowi.
"Termasuk pendidikan HAM kepada keluarga besar TNI dan Polri sudah disampaikan," kata Mahfud.
Selepas serah terima Laporan Tim PPHAM, Presiden Jokowi mewakili Pemerintah Indonesia menyatakan mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu dan menegaskan penyesalan mendalam atas peristiwa tersebut.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia berat memang terjadi di berbagai di berbagai peristiwa," kata Jokowi.
Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
Presiden menyampaikan simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban ke-12 peristiwa tersebut sembari menegaskan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial serta berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang.
Baca juga: Menko Polhukam Mahfud MD tegaskan tanggung jawab Perppu Cipta Kerja sah
Baca juga: Menkopolhukam Mahfud MD sebut Perppu Cipta Kerja dikeluarkan karena alasan mendesak
Berita Lainnya
Mendikdasmen dorong agar kegiatan pembelajaran tak terbatas di sekolah
19 December 2024 13:00 WIB
Saat Natal dan Tahun Baru, kelurahan-kecamatan di Jaksel diingatkan untuk gandeng aparat
19 December 2024 12:39 WIB
Presiden Prabowo bertemu PM Pakistan bahas kerja sama ekonomi dan perdagangan
19 December 2024 12:05 WIB
Warga Gaza dambakan perdamaian dan kehidupan normal
19 December 2024 12:00 WIB
Film "Perang Kota" akan jadi penutup festival film Rotterdam, Belanda ke-54
19 December 2024 11:38 WIB
Bandara Radin Inten perkirakan capai 95 ribu penumpang di libur akhir tahun
19 December 2024 11:29 WIB
Baznas dan Kemenag resmi luncurkan peta jalan zakat 2045
19 December 2024 11:20 WIB
IHSG Bursa Efek Indonesia melemah di tengah The Fed pangkas suku bunga acuan
19 December 2024 11:12 WIB