Terdakwa Bioremediasi Chevron Ingin Bertemu Dengan Jaksa Agung

id terdakwa bioremediasi, chevron ingin, bertemu dengan, jaksa agung

Terdakwa Bioremediasi Chevron Ingin Bertemu Dengan Jaksa Agung

Jakarta, (AntaraRiau.com) - Kukuh Kertasafari (37), salah satu dari lima terdakwa kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi mengaku sangat ingin bertemu dengan Jaksa Agung, Basrief Arief, untuk menyampaikan segala kejanggalan pada kasus yang dihadapinya.

"Jika diberikan kesempatan, saya sangat ingin bertemu dengan Jaksa Agung. Banyak hal yang ingin saya sampaikan kepada beliau terkait kasus yang saya hadapi ini," kata Kukuh sebelum menkalani sidang mendengarkan keterangan saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selatan, Rabu malam (15/5).

Kukuh merupakan karyawan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) untuk wilayah kerja Provinsi Riau. Dia sebelumnya menjabat sebagai Ketua Tim Leader Opreasional untuk lapangan minyak di Minas, Kabupaten Siak, Riau.

Fungsi dari tim ini menurut dia adalah sebatas mengoperasikan mesin atau teknologi untuk memproduksi minyak mentah yang masih berada di dalam 'perut' bumi.

"Jadi sebenarnya saya juga memang tidak ada sangkut pautnya dengan kasus yang dituduhkan kepada saya. Jangankan mengetahui teknis proyek bioremediasi, mulai dari tender hingga pelaksanaannya pun saya tidak pernah ikut campur. Orang itu bukan bidang saya," katanya.

Makanya, demikian Kukuh, tuduhan yang diberikan pihak kejaksaan ini merupakan hal yang keliru dan harus diluruskan agar saling mengenakan.

Yang lebih curiganya lagi, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Kukuh mengaku tidak pernah diperiksa sama sekali oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.

"Tiba-tiba, pada Maret 2012, saya langsung ditetapkan sebagai tersangka. Parahnya, penetapan tersangka itu justru saya ketahui dari teman-teman kerja di Chevron. Mereka tahu dari pengumuman Kejagung di internet," katanya.

Setelah sekitar enam bulan menjadi tersangka dan sempat diperiksa beberapa kali sebagai tersangka, kata Kukuh, dirinya kemudian ditahan oleh pihak penyidik.

"Namun saya dan teman-teman yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka ketika itu, ada Endah Rumbiyanti, Widodo dan Bachtiar Abdul Fatah, mengajukan gugatan dan mempraperadilankan kejaksaan. Ketika itu kami menang dan akhirnya tidak lagi ditahan," katanya.

Atas rentetan kejanggalan-kejanggalan ini, demikian Kukuh, dirinya mengaku sangat ingin menemui Jaksa Agung, Basrief Arief, untuk menjelaskan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Saya yakin, Jaksa Agung selama ini hanya mendengarkan sebelah pihak saja, palingan dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) yang sebearnya hanya mendapatkan keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang begitu keliru," katanya.

Kukuh Kertasafari bersama dua rekan lainnya yang juga terdakwa pada kasus yang sama, Enda Rumbiyanti dan Widodo pada Rabu malam (15/5) menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan saksi ahli dari jaksa penuntut dan juga menghadirkan saksi dari penasehat hukum masing-masing.

Seperti biasanya, sidang kasus bioremediasi ini berjalan dengan penuh kejanggalan-kejanggalan, salah satunya jaksa penuntut selalu menghadirkan saksi ahli yang itu-itu saja.

Saksi ahli yang dimaksud adalah Prayitno selaku dosen tekni kimia di salam satu universitas di Indinesia, kemudian Edison Effendi selaku pelapor atas kasus tersebut.

Kedua saksi ahli ini menurut pengakuan sejumlah terdakwa merupakan pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan terkait proyek bioremediasi.

Saksi ahli Edison menurut Enda Rumbiyanti merupakan orang yang sebelumnya sempat menjadi rekanan Chevron, namun diputuskan kontraknya karena dianggap tidak mampu menjalan tugasnya.

Kemudian Edison dan timnya termasuk Prayitno juga telah berulang ikut dalam tender proyek bioremediasi di Riau, namun selalu gagal. Saat memberikan keterangan di persidangan, bahkan kedua saksi ahli ini mengaku lebih banyak tidak tahu soal pengelolaan limbah yang mencemari lahan dengan penerapan bioremediasi.

Pada sidang yang berlangsung sejak pagi hingga larut malam ini, antara jaksa penuntut dengan penasehat hukum tiga terdakwa masih membahas persoalan izin pengelolaan limbah minyak dan teknis pengerjaan atas proyek tersebut. ***2*** (T.KR-FZR)