Perda rencana induk pariwisata diharapkan sokong perekonomian Riau

id Perda Wisata,dprd riau, wisata riau

Perda rencana induk pariwisata diharapkan sokong perekonomian Riau

Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis, Riau, yang oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya dinilai cocok untuk dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata. (ANTARA/HO-Kemenparekraf)

Pekanbaru (ANTARA) - Panitia Khusus DPRD Riau bersama Pemprov Riau terus menggesa penyusunan Rancangan peraturan daerah (Ranperda) Pembangunan Rencana Induk Pariwisata. Dalam payung hukum tersebut memuat 11 bab dan 29 pasal untuk mengakomodir berbagai jenis wisata di Riau.

Ketua Pansus Raperda Rencana Induk Pariwisata Sugianto di Pekanbaru, Rabu mengatakan penyusunan perda ini hampir final dan hanya perlu melakukan penyesuaian minor. Rencana induk ini akan diteruskan oleh masing-masing kabupaten kota dengan membuat perda turunan yang mengatur teknis-teknisnya seperti retribusi dan fasilitas pendukung.

"Ini rencana induk, hal-hal semacam itu kita serahkan ke kabupaten kota. Ketika sudah disahkan maka kabupaten kota membuat turunan untuk merinci teknisnya," jelas Sugianto.

Dia mengatakan, harapannya dengan Ranperda ini pariwisata di Riau bisa diakselerasi dan membantu menyokong ekonomi Riau yang saat ini masih sangat bergantung pada Sumber Daya Alam.

"Harapannya ini akan menumbuhkan destinasi wisata di provinsi Riau sehingga ini menjadi salah satu pemicu ekonomi di Riau pasca pandemi. Riau tidak kalah hebat, tidak kalah cantik," tegas Sugianto.

Sementara itu, Anggota Pansus Raperda Rencana Induk Wisata, Marwan Yohanis menyoroti salah satu pasal yakni pasal 7 poin F tentang peningkatan usaha pariwisata bersertifikat halal.

"Terkait usaha bersertifikat halal harus dilakukan dengan menyeluruh. Jangan setengah-setengah. Aspek halal ini jangan hanya pada poin-poin tertentu saja. Tapi semuanya harus diatur," kata Marwan.

Namun begitu, Marwan menyarankan beberapa hal minor yang disesuaikan adalah nomenklatur pariwisata tersertifikasi halal yang diubah menjadi pariwisata halal saja. Perubahan ini dimaksudkan agar objek pariwisata tidak terlalu kaku dan justru terhambat karena pengurusan administrasi sertifikat halal.

"Sudah kita bahas pasal per pasal, tadi ada beberapa perubahan. Misalnya tambahan di poin f pasal 11 yang menjelaskan pariwisata harus bersertifikat halal dan berbudaya Melayu. Kita ubah menjadi pariwisata halal dan berbudaya Melayu saja," kata dia.