Jakarta (ANTARA) - Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menyebut Laksamana TNI Yudo Margono layak menjadi Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang pensiun pada akhir tahun 2021.
"Tentang loyalitas, tak ada yang bisa membantah loyalitas Kasal ke-27 ini. Seluruh tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya selalu dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik dan paripurna," kata Ngasiman dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Yudo yang mulai menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) pada 20 Mei 2020, tidak sembarang menjadi prajurit TNI AL. Serangkaian kemampuan dan kecakapan, serta loyalitas adalah sebagian syarat yang harus dimiliki.
Baca juga: Marsekal TNI Hadi Tjahjanto minta Kopassus tingkatkan profesionalisme di HUT ke-69
Menurut Simon, panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro, bahwa rekam jejak atau track record ini dibuktikan Yudo bahkan jauh sebelum dirinya menjadi Kasal.
Dia mencontohkan, saat menjabat sebagai Panglima Koarmada 1 (Pangkoarmada 1), Yudo dengan kesigapannya memimpin Satgas Laut dalam SAR pencarian bangkai pesawat Lion Air JT 160 yang jatuh di perairan Laut Jawa pada tahun 2019.
Sehingga dengan kesigapan satgas di bawah pimpinannya tak butuh lama untuk menemukan serpihan dan CVR pesawat nahas tersebut.
"Kesuksesan pada saat menjabat Pangkoarmada 1 menghantarkannya menjabat sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 1 (Pangkogabwilhan 1)," kata Simon.
Sebagai Pangkogabwilhan 1, lanjut dia, yang merupakan organisasi baru TNI untuk mengantisipasi tantangan keamanan ke depan, wilayah kewenangannya bukan hanya di laut tetapi meliputi darat, laut, dan udara.
Hal itu tentu tantangan dan permasalahan yang dihadapi semakin besar. Menjalani jabatan ini pun bukan masalah yang besar bagi sosok Yudo Margono.
"Dengan wawasan dan pengalamannya memimpin, Yudo berada posisi terdepan di kisruh perairan Natuna yang diklaim sebagai wilayah China. Berulang kali ia memerintahkan kapal-kapal TNI untuk melakukan penegakan hukum di wilayah yang masuk hak berdaulat Indonesia tersebut. Sebagai Pangkogabwilhan 1, ia punya pengalaman membawahi AD, AL dan AU," tutur Simon.
Lebih lanjut, Simon menjelaskan bahwa saat virus corona merebak di berbagai penjuru dunia dan Indonesia harus memulangkan WNI dari Wuhan, Yudo kembali dipercaya untuk memimpin proses rehabilitasi di hanggar Lanud Raden Sadjad, Natuna.
Tak hanya itu, ABK kapal pesiar yang diobservasi di Kepulauan Seribu juga dikomandoi olehnya.
Pemerintah lalu membangun RSD di Wisma Atlet Kemayoran. Setelah beroperasi, Yudo juga dipercaya memimpin operasional RSD sampai akhirnya diserahkan ke Pangdam Djaya Mayjend TNI Eko Margiyono kala itu.
Begitu juga dengan RSD Pulau Galang, Yudo juga yang mengomandoi. Bahkan, saat dirinya menjabat Kasal, perhatian kepada relawan tenaga medis COVID-19 di Wisma Atlet terus diberikan.
Hingga pada akhirnya, kata dia, sebagai apresiasi dan pemenuhan komitmen, Yudo Margono mengangkat relawan COVID-19 menjadi prajurit TNI AL.
"Pengalamannya memimpin di jajaran Kogabwilhan 1 membuktikan bahwa Laksamana TNI Yudo Margono adalah seorang prajurit sejati yang dapat mengomandoi lingkup 3 matra. Darat, laut, dan udara," katanya.
Selain itu, sebagai Kasal, tak perlu lagi ditanya tentang loyalitasnya. Garis lurus, itulah jawaban yang akan didapat.
"Loyalitas yang tegak lurus, baik ke atas maupun ke bawah. Ke atas dibuktikan dengan tugas-tugas yang diselesaikannya dengan baik dan paripurna. Ke bawah dibuktikan dengan perhatiannya kepada keluarga besar TNI AL yang menjadi tanggung jawabnya," jelas Simon.
Jika ditengok peristiwa musibah KRI Nanggala-402, kata dia, akan dimengerti bagaimana loyalitasnya kepada keluarga korban. Bersama Panglima TNI, Yudo ikut melaut untuk mencari keberadaan KRI Nanggala-402.
"Saat KRI Naggala-402 dipastikan tenggelam, Yudo menyambangi beberapa keluarga korban dan bersama Presiden, Menhan, dan Panglima TNI mengadakan pertemuan dengan para keluarga korban," tutur Simon.
Simon mengatakan bahwa Yudo punya keunggulan jika nanti menjadi Panglima TNI untuk mengatasi masalah di tanah air. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan.
Pertama, kata dia, pengamanan wilayah laut dan kepulauan dari pencaplokan oleh negara-negara lain.
Akibat potensi eskalasi konflik lintas negara di Laut China Selatan ke depan yang cukup tinggi serta dukungan penjagaan laut yang merupakan garda terdepan dalam menjaga kedaulatan, tentu upaya diplomasi tetap dijalankan. Disamping itu, kejahatan trans-nasional, seperti penyelundupan senjata juga terjadi di laut.
"Yang pertama tentu pengamanan wilayah laut dan kepulauan dari pencaplokan oleh negara-negara lain," tuturnya.
Dan yang kedua, menurut Simon, adalah visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia perlu dilanjutkan.
Poros Maritim Dunia bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim, memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.
Ketiga, Yudo dinilai bisa membangun sinergisitas dan soliditas dengan tiga Matra dan Polri.
Keempat, Yudo juga punya pengalaman memimpin penanganan COVID-19.
Saat memimpin, tambah Simon, Yudo memahami bagaimana perkembangan dunia teknologi kesehatan yang diperuntukkan bagi kekuatan militer.
Artinya, dalam upaya mencegah ancaman biowarfare (perang biologi) ke depan, menurut Yudo, sangat diperlukan.
"Dan yang terakhir, tentu saja karena pengalaman serta loyalitasnya yang tak terbantahkan," tutupnya.
Tak hanya Kasal Laksamana TNI Yudo Margono yang memiliki peluang untuk menjabat sebagai Panglima TNI, melainkan Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kasau Marsekal TNI Fadjar Prasetyo juga memiliki peluang yang sama.
Baca juga: Arahan dari Kapolri dan Panglima TNI untuk para prajurit TNI-Polri bertugas di Papua
Baca juga: Panglima TNI dan Kapolri lakukan kunjungan kerja ke Timika, Papua
Pewarta: Syaiful Hakim