Chevron diminta segera pastikan pasokan listrik di Blok Rokan

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Chevron

Chevron diminta segera pastikan pasokan listrik di Blok Rokan

Fasilitas produksi Blok Rokan. (ANTARA/HO-SKK Migas/pri.)

Jakarta (ANTARA) - Chevron Standard Ltd (CSL), perusahaan terafiliasi dengan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), diminta segera menyelesaikan negosiasi dengan PLN mengenai masalah pasokan listrik di Blok Rokan, Riau yang akan dialihkan pengelolaannya dari PT CPI kepada PT Pertamina Hulu Rokan pada Agustus 2021.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat kelanjutan pengelolaan PLTGU North Duri Cogeneration (NDC) seharusnya segera diselesaikan guna menjamin kelanjutan Blok Rokan.

Baca juga: PT CPI bersiap wujudkan alih kelola Blok Rokan, begini penjelasannya

"Yang lebih penting dari itu semua adalah kepastian keberlanjutan pasokan listrik untuk Blok Rokan," kata Komaidi dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Pemilik PLTGU itu adalah PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) dengan saham 95 persen. CSL disebut-sebut tengah melelang pengelolaan PLTGU NDC.

Menurut Komaidi, pasokan listrik Blok Rokan yang telah berjalan selama ini, tentu menggunakan basis dan kesepakatan antara para pihak. Dalam kesepakatan tersebut tentu harus disampaikan kepada publik hak dan kewajiban para pihak setelah kontrak pengusahaan Blok Rokan beralih dari pengelola lama kepada pengelola yang baru.

"Para pihak tentu harus mengacu pada ketentuan dan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya," katanya.

Sementara itu Wakil Kepala SKK Migas Fataryani Abdurahman mengatakan listrik dan uap adalah tulang punggung operasi di Blok Rokan. PLTGU North Duri Cogeneration didesain pada dekade 90-an untuk melaksanakan teknologi steamflood Enhanced Oil Recovery (EOR) yang membutuhkan pasokan listrik besar.

SKK Migas, kata dia, telah mengirimkan surat kepada CPI perihal ke pembangkit di Rokan. “Pembangkit tersebut dibangun di tanah milik negara dulu perjanjiannya oleh pihak ketiga,” ujarnya.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril sebelumnya menjelaskan dalam rencana PLN kebutuhan listrik dan uap Blok Rokan dibagi dalam dua tahap. Pertama masa transisi (2021-2024) memanfaatkan kondisi yang ada saat ini dengan skema akuisisi PLTG NDC. Koneksi sistem kelistrikan Blok Rokan ke sistem PLN membutuhkan waktu pembangunan selama tiga tahun.

Kedua, masa permanen (2024 - dan seterusnya), listrik secara total dipasok dari sistem interkoneksi kelistrikan Sumatera dan uap akan dipasok dengan pembangunan steam generator yang lebih andal.

"Dalam masa transisi tiga tahun, PLN mengelola PLTG Cogeneration Ex MCTN di North Duri sebesar 270 MW dan steam 350 MCWED serta listrik di Minas, Central Duri milik CPI sebesar 130 MW dan steam 50 MBWCED. Skema masa permanen setelah masa transisi, 400 MW dari Sistem Sumatera dikonversi 5 x 100 MW dengan steam generator 400 MBCWED," ujar Bob Saril.

Agar skenario ini mulus, PLN harus mengakuisisi PLTGU NDC yang harganya disebut-sebut mencapai 300 juta dolar AS atau sekitar Rp4,39 triliun yang dinilai tidak masuk akal. Padahal, PLN hanya akan menggunakan PLTGU NDC milik MCTN itu tiga tahun. MCTN mengoperasikan PLTGU itu sejak 2000. Nilai investasi MCTN saat membangun PLTGU NDC sekitar 190 juta dolar AS.

PLN dan Pertamina pada 1 Februari 2021 juga sudah meneken Perjanjian Jual Beli Listrik dan Uap (PJBTLU) yang mulai efektif Agustus 2021, bersamaan dengan berakhirnya pengelolaan Blok Rokan oleh CPI.

Kejelasan pasokan listrik dari PLTGU NDC akan mendorong produksi minyak dari Blok Rokan terjaga, minimal tidak turun drastis. Berdasarkan data dari SKK Migas, hingga kuartal I 2021 produksi minyak dari Blok Rokan rata-rata 162.951 barel per hari (bph), turun dari realisasi kuartal I 2020 yang tercatat 174.424 bph.

Baca juga: Keluarga besar PT CPI berbagi di masa pandemi

Baca juga: Melihat kiprah para "Kartini" di industri Migas


Pewarta: Faisal Yunianto