Palembang (ANTARA) - Pendangkalan alur Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan, menjadi persoalan bagi sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) yang beroperasi di daerah tersebut.
Setidaknya terdapat tiga BUMN yang sudah mengungkapkan persoalan tersebut yakni PT Pertamina, PT Pupuk Sriwidjaja, dan PT Pelindo II.
Baca juga: Jarak pandang tak sampai 50 meter, aktivitas pelayaran kapal di Sungai Musi dihentikan
General Manager PT Pertamina Refinery Unit III Kilang Plaju Moh. Hasan Efendi di Palembang, Rabu, mengatakan pendangkalan alur Sungai Musi ini sudah menjadi persoalan sejak lama, yang mana saat ini sedang dicarikan solusinya oleh pemerintah pusat.
"Kilang RU III ingin terus berkembang, tapi terkendala dengan semakin mendangkalnya alur sungai. Padahal tidak semua bahan baku kami dihasilkan dari sini (Sumsel), ada juga yang disuplai dari daerah lain, dan kami setelah berproduksi juga harus mengirimkannya (BBM) ke daerah lain," kata dia.
Suplai itu tentunya dikirim melalui armada laut yang kemudian harus memanfaatkan alur Sungai Musi untuk tiba di Kilang RU III Plaju di Palembang.
"Kami juga sudah bekerja sama dengan Pusri, untuk mencari solusi mengenai persoalan ini karena mereka juga terkendala pengiriman pupuk. Draf kapal semakin lama, semakin menurun," kata dia.
Bukan hanya itu, perusahaan juga harus menyesuaikan kondisi pasang-surut di Sungai Musi agar bisa meloloskan kapal dari jalur tersebut.
Ia berharap persoalan ini segera dicarikan solusinya karena Kilang RU III dalam pengembangan Green Refinery ditargetkan beroperasi pada 2024 dengan kapasitas 20 MBSD (Thousand barel per steam day) dan akan menghasilkan produk-produk ramah lingkungan, di antaranya Green Diesel, Green Avtur, Green Naphtha, dan Green LPG.
Senada, Dirut PT Pusri, anak perusahaan Pupuk Indonesia, Tri Wahyudi Saleh mengatakan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) meminta bantuan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk menemukan solusi atas pendangkalan alur Sungai Musi.
Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan pembicaraan dengan Gubernur Sumsel Herman Deru terkait persoalan tersebut.
“Pada prinsipnya, Gubernur akan membantu dengan mendorong ke level pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR,” kata Tri.
Ia menjelaskan jika persoalan pendangkalan sungai tersebut tidak ditemukan solusinya, Pusri akan bermasalah dengan logistik, mengingat sejak beberapa tahun terakhir terjadi penurunan volume ekspor.
Ini berkaitan dengan ukuran draf kapal angkut yang bisa melalui Sungai Musi yang semakin terbatas. Semula bobot kapal yang bisa melintas 10.000 DWT, kini hanya 5.000-6.000 DWT untuk sekali perjalanan.
Tentunya kondisi ini menjadi salah satu perhatian Pusri di tengah rencana pembangunan Pabrik Pusri IIIB pada 2021.
Hadirnya pabrik baru ini untuk menggantikan dua pabrik Pusri yang sudah tua dan boros penggunaan energi yakni Pusri III dan Pusri IV. Penggunaan gas ini berkontribusi hingga 70 persen dari total biaya produksi.
Saat terjadi peningkatan produksi, Pusri dipastikan akan mencari pasar baru di luar Sumsel bahkan hingga ke luar negeri sehingga kelancaran alur Sungai Musi ini menjadi penting.
Sementara itu, Pemprov Sumsel sedang mengusahakan realisasi proyek Pelabuhan Laut Tanjung Carat di Kabupaten Banyuasin yang ditargetkan pemerintah pusat dapat melakukan ‘ground breaking’ pada akhir 2021.
Baca juga: Relawan Asri Musi Banyuasin bersihkan bantaran sungai dari sampah
Baca juga: Merasakan Denyut "Energi Asia" Dari Sungai Musi
Pewarta: Dolly Rosana