Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati, mengungkapkan keprihatinan akan tingginya pelaku usaha ultra mikro yang masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal usahanya.
Anis Byarwati dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mengungkapkan pernyataanya itu adalah sesuai hasil survei yang dilakukan oleh BRI kepada 30 juta pelaku usaha ultra mikro.
"Data yang di-publish dari survey ini sangat memprihatinkan," katanya dan menambahkan bahwa sebanyak 5 juta pelaku usaha ultra mikro masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal.
Selain itu, hasil survey tersebut juga mengemukakan bahwa 15 juta pelaku usaha ultra mikro mendapatkan pendanaan dari sektor formal atau perbankan.
Dari jumlah 15 juta pelaku usaha ultra mikro tersebut, antara lain sebanyak 3 juta pelaku usaha mendapatkan pendanaan dari perbankan, sebanyak 3 juta pelaku usaha memperoleh pendanaan dari Pegadaian, 6 juta pelaku usaha mendapat pendanaan dari Group Lending.
Kemudian, lanjutnya, 1,5 juta pelaku usaha memperoleh pendanaan dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta 1,5 juta pelaku usaha mendapatkan pendanaan dari perusahaan finansial technology (fintech).
Adapun sebanyak 18 juta pelaku usaha ultra mikro, ungkap Anis, masih sama sekali tidak terlayani oleh sektor formal maupun nonformal.
Untuk itu, ujar dia, diharapkan pihak perbankan agar dapat memberikan pinjaman kepada pelaku UMKM yang lebih murah dan lebih cepat, sehingga 5 juta pelaku usaha ultra mikro yang pinjam ke rentenir itu bisa pindah ke bank.
Sebelumnya, Anis Byarwati juga telah mengapresiasi peran yang telah dilakukan dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dalam membantu pelaku usaha ultra Mikro, namun diharapkan agar target penerima manfaat terus berlipat ganda jumlahnya.
"PIP melaporkan pada tahun 2020 dengan alokasi anggaran PIP sebesar Rp1 triliun, penerima manfaat bisa mencapai 1,7 juta debitur," kata Anis.
Sementara untuk tahun 2021 ini, lanjutnya, penerima manfaat ditargetkan hanya sejumlah 1,8 juta debitur dengan alokasi dana dari APBN sebesar Rp2 triliun.
Ia menyoroti bahwa alokasi anggaran yang bertambah 100 persen, namun target penerima hanya bertambah ternyata tidak sampai 10 persen.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN menargetkan perusahaan induk atau holding ultramikro, melalui penggabungan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), PT Pegadaian dan Bank BRI, mampu menyasar 57 juta nasabah ultramikro atau UMi.
"Kami sedang menggagas integrasi holding ultramikro yang akan menggabungkan Bank BRI, Pegadaian dan PNM, yang diharapkan menyasar 57 juta nasabah UMi dengan 30 juta di antaranya masih belum memiliki akses keuangan formal," ujar Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam seminar daring di Jakarta, Senin (18/1).
Menurut dia, tujuan utama dari integrasi holding ultramikro ini untuk membangun ekosistem yang bisa melakukan on boarding para pelaku usaha ultramikro yang saat ini belum terjangkau oleh akses keuangan formal.
Baca juga: Cegah Maraknya Rentenir, 100 BumDes di Riau Berubah jadi LKM, Ini Penjelasan OJK
Baca juga: Dorong Riau Bebas Rentenir, OJK dan Pemprov Teken MoU 6 Program Berikut ini
Berita Lainnya
Kredit mikro BRI tumbuh seiring dengan pelaku usaha adaptif
14 February 2022 13:38 WIB
OJK perkuat perbankan Indonesia hadapi dinamika keuangan dan geopolitik dunia
22 April 2024 10:38 WIB
Bank Indonesia imbau masyarakat menukar rupiah di titik layanan BI dan perbankan
28 March 2024 15:51 WIB
Kredit perbakan di Riau tumbuh 10,33 persen pada Januari 2024
18 March 2024 18:13 WIB
OJK dorong persaingan suku bunga perbankan yang sehat melalui mekanisme pasar
15 March 2024 15:45 WIB
Nilai tukar rupiah menguat didukung kinerja positif perbankan domestik
13 March 2024 11:10 WIB
Semen Padang-BRI MoU penyediaan dan pemanfaatan jasa perbankan
26 February 2024 19:00 WIB
Kredit perbankan di Riau tumbuh 8,50 persen tahun 2023
07 February 2024 5:31 WIB