London (ANTARA) - Perdana Menteri Boris Johnson bersiap mengunjungi Skotlandia pada Kamis di tengah kekhawatiran akan perpecahan Inggris Raya dan mengatakan pengalaman pandemi COVID-19 menekankan manfaat pentingnya menjadi bagian dari Inggris .
Johnson mengunjungi Skotlandia untuk menghadapi dukungan yang semakin besar bagi referendum kemerdekaan Skotlandia dari Inggris Raya.
Baca juga: PM Inggris Boris Johnson siap berikan bantuan untuk Beirut
Ikatan yang menyatukan Inggris Raya telah sangat renggang selama lima tahun terakhir akibat pemisahan Inggris dari Uni Eropa (Brexit), cara penanganan pandemi COVID-19 oleh pemerintah, dan seruan berulang kali oleh Partai Nasional Skotlandia agar referendum baru diselenggarakan tentang kemerdekaan.
Menjelang kunjungannya, Johnson mengatakan bahwa Skotlandia sebagai bagian dari Inggris memperoleh akses ke vaksin virus corona yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan vaksin-vaksin itu dikelola oleh angkatan bersenjata bersama mereka, yang menciptakan 80 pusat vaksinasi baru di Skotlandia.
"Kita telah bersatu untuk mengalahkan virus. Kerja sama timbal balik di seluruh Inggris selama pandemi ini persis seperti yang diharapkan masyarakat Skotlandia dan itulah yang menjadi fokus saya," kata Johnson.
Perdana Menteri Skotlandia Nicola Sturgeon pada Rabu (27/1) mengkritik rencana perjalanan Johnson ke Skotlandia. Sturgeon mempertanyakan apakah alasan kunjungan Johnson "benar-benar penting" dan berpendapat bahwa langkah itu memberikan contoh yang buruk bagi publik.
Sturgeon, yang menjalankan pemerintahan semiotonom Skotlandia, berharap kekuatan Partai Nasional Skotlandia pimpinannya pada pemilihan parlemen yang dilimpahkan di negara itu pada Mei akan memberinya mandat untuk mengadakan referendum kedua.
Jika Skotlandia memilih untuk merdeka, itu berarti Inggris Raya akan kehilangan sekitar sepertiga dari daratannya dan hampir sepersepuluh populasinya dan saat negara ekonomi terbesar keenam di dunia itu bergulat dengan dampak Brexit.
Johnson, yang mungkin harus menyetujui referendum baru, mengatakan bahwa tidak perlu ada pemungutan suara baru setelah kemerdekaan itu sendiri ditolak oleh para pemilih di Skotlandia pada 2014.
Skotlandia dalam referendum tahun 2014 memilih menentang kemerdekaan dengan persentase 55 berbanding 45 persen.
Namun, mayoritas orang Skotlandia juga mendukung Inggris untuk tetap bergabung dalam Uni Eropa pada pemungutan suara Brexit 2016.
Keadaan itu memicu para nasionalis Skotlandia menuntut penyelenggaraan pemungutan suara baru untuk kemerdekaan setelah Inggris Raya secara keseluruhan memilih untuk keluar dari Uni Eropa.
Baca juga: PM Inggris Boris Johnson sebut kemarahan atas kematian Floyd tidak dapat diabaikan
Baca juga: PM Boris Johnson ingatkan China: Inggris tidak akan tinggalkan Hong Kong
Sumber: Reuters
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB