Jakarta (ANTARA) - Penyidik Bareskrim Polri menyatakan warga negara Nigeria Udeze Celestine Nnaemeka alias Emeka yang menjadi pelaku utama penipuan alat tes cepat COVID-19 senilai Rp276 miliar mengendalikan kejahatannya dari Rumah Tahanan (Rutan) Serang, Banten.
"Saat ini diketahui Emeka mendekam di Rutan Serang, Banten, karena terlibat dalam kasus penipuan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helmy Santika di Jakarta, Rabu.
Helmy menuturkan bahwa penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri bergerak cepat membongkar jaringan penipu internasional dengan modus Business Email Compromise (BEC) dengan nilai kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.
Pengungkapan itu membutuhkan waktu relatif cepat atau sebulan dalam kasus penipuan terkait dengan alat medis untuk COVID-19 dengan korban warga negara dari beberapa negara, yaitu Italia, Jerman, dan Belanda, serta terkait dengan kasus transfer dana dan investasi dengan korban WN Argentina dan Yunani dengan total nilai kerugian Rp276 miliar.
"Kasus itu berawal pada tanggal 3 November 2020. Ketika itu Divisi Hubinter Polri menerima informasi dari Interpol Belanda terkait dengan kasus operandi BEC di Indonesia sejak 2018 hingga 2020," tutur Helmy.
Dalam kasus tersebut, Polri menangkap tersangka Dani yang bertugas mengambil dana valas dan Hafiz yang bertugas untuk membuat dokumen fiktif serta seolah-olah menjadi direktur perusahaan.
Selain dua tersangka itu, polisi juga menyatakan dua WNI, yakni Herman dan Nurul alias Iren, sebagai buronan karena turut membantu terjadinya aksi penipuan.
Helmy mengatakan bahwa para tersangka melakukan kejahatan itu dengan mengirim e-mail palsu yang memberitahukan tentang perubahan nomor rekening perusahaan terkait dengan pembelian tes cepat COVID-19 yang telah dipesan oleh perusahaan Belanda, yaitu senilai 3.597.875 dolar AS atau senilai Rp52,3 miliar yang diminta untuk dikirim ke perusahaan fiktif tersangka, CV SD Biosensor Inc.
Sejauh ini, kata Helmy, pihaknya telah mengungkap penipuan internasional modus e-mail bisnis yang dilakukan komplotan WNA asal Nigeria itu sebanyak lima kasus lintas negara. Tiga kasus di antaranya terkait COVID-19, sedangkan dua kasus terkait transfer dana dan investasi.
"Untuk kasus yang di Belanda, kami dapat laporan di awal November dan langsung melakukan penyelidikan dan berhasil diungkap," kata jenderal bintang satu itu.
Menurut dia, total kerugian yang dilakukan oleh para tersangka mencapai Rp276 miliar. Namun, Bareskrim Polri menyita uang tunai sebanyak Rp141,6 miliar.
Dari hasil kejahatan itu, para tersangka memanfaatkan hasil kejahatannya dengan membeli valuta asing, aset, tanah, mobil, dan rumah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 56 KUHP dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tentang Perasuransian.
Pewarta : Anita Permata Dewi
Berita Lainnya
136 desa di Bengkalis implementasikan Siskeudes-Link melalui CMS BRK Syariah
03 May 2024 17:03 WIB
Pond's gandeng 3 wanita berprestasi untuk kenalkan produk terbarunya
03 May 2024 16:55 WIB
Perang 9 bulan bisa hapus 44 tahun laju pembangunan manusia di Jalur Gaza
03 May 2024 16:39 WIB
Nilai tukar rupiah menguat karena dolar AS lanjut melemah setelah pertemuan FOMC
03 May 2024 16:25 WIB
Flek hitam akibat matahari bisa dicegah dengan menggunakan produk pencerah kulit
03 May 2024 16:21 WIB
Penerbangan dari Bandara Internasional Kertajati ke Singapura dibuka September 2024
03 May 2024 15:52 WIB
Panas ekstrem dapat berdampak besar pada kesehatan mental
03 May 2024 15:39 WIB
Menperin Agus Gumiwang pastikan investasi Apple di RI tetap berjalan
03 May 2024 15:16 WIB