Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Mantan karyawan maskapai PT Riau Airlines yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) diwajibkan mengembalikan uang bonus yang sudah diterimanya.
Hal itu langsung dilakukan oleh pihak menajemen saat pembayaran tunggakan gaji dan tunjangan hari raya. "Bonus yang kami terima tahun 2008 diminta lagi dan langsung dipotong dari uang hak yang kami terima," kata seorang mantan karyawan teknik Riau Airlines yang namanya tidak ingin dipublikasikan kepada ANTARA di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan sudah bekerja sebagai karyawan tetap di maskapai BUMD itu sejak tahun 2004, sebelum akhirnya di-PHK awal tahun 2011. Ia mengatakan datang dari Jakarta untuk mengurus penerimaan hak-haknya setelah PHK di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau di Pekanbaru.
"Saya terkejut karena ternyata pesangon tidak diberikan, hanya kekurangan gaji dan THR, itupun dipotong lagi bonus yang harus dikembalikan. Logikanya kenapa bonus karyawan diminta lagi tanpa ada alasan yang jelas," ujarnya.
Akibat pemotongan itu, lanjutnya, hak yang seharusnya diterima menjadi berkurang drastis.
"Seharusnya saya menerima Rp25 juta dari kekurangan gaji dan THR, tapi setelah dipotong bonus jadi hanya terima Rp12 juta," keluhnya.
Ia juga menyayangkan keputusan manajemen Riau Airlines yang meminta mantan karyawan menandatangani Perjanjian Bersama untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan tidak menjelaskan dengan detail. Perihal pemotongan bonus dan penyebabnya tidak dijelaskan dalam perjanjian bermaterai itu.
Dalam poin pertama perjanjian itu hanya tertera bahwa pihak kedua (mantan karyawan) menerima uang dengan besaran tertentu sebagai "sagu hati" penyelesaian seluruh hak-hak atas pelaksanaan PHK.
"Istilah 'sagu hati' itu umumnya digunakan untuk ganti rugi, bukan merupakan pemenuhan hak-hak karyawan dalam masalah ini," katanya.
Ketika dikonfirmasi, Direktur Komersial Riau Airlines, Revan Menzano, membenarkan adanya penarikan kembali bonus tahun 2008 yang telah diterima mantan karyawan. Ia beralasan, pengambilan kembali uang itu karena Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau menilai pemberian bonus 2008 bermasalah dan seharusnya tidak diberikan karena kondisi Riau Airlines saat itu tidak dalam kondisi untung.
"Karena bonus itu jadi temuan BPKP, dan pengambilan bonus itu sebenarnya justru meringankan mantan karyawan juga," kata Revan.
Mengenai istilah penggunaan "sagu hati", Revan mengatakan itu merupakan pilihan redaksional semata dari bagian legal Riau Airlines.
"Penggunaan 'sagu hati' itu hanya redaksional saja, intinya itu identik dengan gaji tertunggak dan tunjangan hari raya," ujarnya.
Ia mengatakan, tidak ada paksaan dari manajemen kepada mantan karyawan untuk menandatangani Perjanjian Bersama itu. Meski begitu, ia mengatakan pemberian "sagu hati" tidak termasuk didalamnya uang pesangon karena pihak manajemen tidak memiliki cukup dana untuk membayarnya. Berdasarkan informasi dari mantan karyawan Riau Airlines, hak-hak mantan karyawan seharusnya dibayar manajemen akibat PHK adalah sebesar Rp8.123.496.983.
Riau Airles merupakan maskapai BUMD gabungan dari beberapa daerah di Sumatera yang didirikan sejak tahun 2002, dan saham mayoritasnya dipegang Pemerintah Provinsi Riau.
Maskapai itu beberapa kali berhenti terbang karena masalah manajemen, dan sempat mencoba bangkit dengan berganti nama komersil menjadi Riau Air. Namun sejak tahun 2011 maskapai itu terpaksa berhenti terbang serta melakukan PHK massal karena kehabisan dana.
Meski begitu, hingga kini status perusahaan BUMD itu belum pailit malah justru mendapat suntikan dana dari APBD Riau tahun 2011 sebesar Rp30 miliar.