Ikhtiar pemenuhan ketahanan pangan saat pandemi di perkotaan

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara

Ikhtiar pemenuhan ketahanan pangan saat pandemi di perkotaan

Seorang warga RT02/RW13 Perumahan Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat sedang memaneh sayuran kangkung Program Budi Daya Ikan Mandiri (BUDIMAN), sebagai solusi ketahanan pangan warga di saat pandemi COVID-19 dengan bercocok tanam dan beternak ikan di lahan terbatas. (FOTO ANTARA/HO)

Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang kini masih berlangsung di seluruh dunia, tak

terkecuali di Tanah Air, yang berdampak multidimensi.

Namun, di tengah krisis yang terjadi, seperti yang menjadi

"sunnatullah" atau kehendak dan ketetapan-ketetapan Allah SWT yang

berlaku di alam semesta, setiap ada kesulitan selalu ada kemudahan

atau jalan keluar, yakni dalam konteks keseimbangan.

Kondisi ini pula yang terjadi saat ini, di banyak kawasan di

Indonesia, baik di perdesaan maupun perkotaan.

Tatkala ada sebagian masyarakat mengalami kondisi kesulitan, muncul

ide dan bahkan sudah menjadi gerakan untuk mencari solusinya, salah

satunya terkait ketahanan pangan.

Di kawasan perkotaan dengan lahan terbatas upaya bercocok tanam, budi

daya perikanan, kini juga sudah diterapkan, termasuk di kawasan

perumahan-perumahan dengan lahan minimalis.

Upaya itu, dalam bahasa yang lebih akademik barangkali dikenal dengan

"urban farming" (pertanian perkotaan), dan ada pula yang menyebut

"urban agriculture".

Menurut Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam

http://repository.ipb.ac.id:8080/handle/123456789/100916 disebutkan

bahwa "urban farming" atau pertanian perkotaan, yakni merupakan

kegiatan pertanian yang dilakukan di kawasan perkotaan oleh masyarakat

yang tinggal di kawasan tersebut.

Sumber daya dan hasil pangan dimanfaatkan dan didapatkan secara lokal

di sekitar kawasan dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan

masyarakat secara mandiri.

Sedangkan Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan

Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa

(P4TKTK dan PLB) Kemendikbud Abu Khaer dalam kegiatan "Training on

Urban Agriculture for Special Education Teachers" di Bandung pada 2019

menyatakan konsep itu bisa diterjemahkan sebagai pemanfaatan lahan

yang sempit untuk bercocok tanam di daerah perkotaan.

Pelatihan ini digagas bersama Kemendikbud dengan Sekretariat Southeast

Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO Secr), Biology

Tropical (SEAMEO BIOTROP), Southeast Asian Ministers of Education

Organization Open Learning Center (SEAMOLEC), dan Center for

Development and Empowerment of Teachers and Education Personnel

(CDETEP).

Menurut Abu Khaer kegiatan "urban agriculture" yang berarti bercocok

tanam di lingkungan rumah perkotaan, merupakan konsep memindahkan

pertanian konvensional ke pertanian perkotaan.

Ia menjelaskan perbedaannya terletak pada pelaku dan media tanamnya,

yakni jika pertanian konvensional lebih berorientasi pada hasil

produksi, maka "urban agriculture" lebih pada karakter pelakunya,

yakni masyarakat perkotaan.

Kini,kata dia, "urban agriculture" telah menjadi gaya hidup karena

semakin tinggi kesadaran masyarakat urban untuk menjalani gaya hidup

sehat.

Program BUDIMAN

Salah satu yang memraktikkan gerakan ketahanan pangan itu, adalah

warga di RT02/RW13 Perumahan Griya Melati, Kelurahan Bubulak,

Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat.

"Kami punya Program Budi Daya Ikan Mandiri (BUDIMAN), sebagai solusi

ketahanan pangan warga di saat pandemi COVID-19 dengan bercocok tanam

dan beternak ikan di lahan terbatas," kata Ketua RT02/RW13 perumahan

itu Emil Rachman.

Selain solusi ketahanan pangan warga, pemanfaatan lahan kosong dan

terbatas itu, dengan bercocok tanam sayuran, beternak ikan lele di

dalam wadah ember yang sudah dirancang sesuai standar tanpa bau, juga

menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekompakan warga, dan juga

meningkatkan pendapatan warga.

Manfaat berbagi dari program tersebut sudah nyata, salah satunya untuk

panen sayuran kangkung, selain untuk warga RT02 sendiri, sebagian

diberikan ke RT lainnya.

"Kalau aturan kami, kangkung ini sebenarnya bebas saja. Siapa saja

boleh panen, termasuk misalnya ada petugas kebersihan kompos di RT

kami, asisten rumah tangga, atau satpam. Semua boleh memetik dan

menanennya. Itu sudah kami sepakati bersama. Jadi tidak secara khusus

harus izin atau yang punya embernya itu," kata Emil Rachman.

BUDIMAN itu, kata dia, sebenarnya adalah salah satu bagian saja dari

program holistik di perumahan itu, yakni Program Sehati Anyaman (Sehat

Bersih Tertib dan Aman).

Salah satu warga perumahan itu, Wahyu F Riva menyebut program berbagi

itu semacam "infak dan sedekah terbuka", karena siapa saja bisa

memanen.

Bahkan, menurut Direktur Semesta Energi itu, untuk infak dan sedekah

ada program pendukung, seperti Program KEJABAR (Kencreng Jumat

Berkah), di mana dananya untuk warga kalau ada musibah sakit,

melahirkan, atau juga dampak dari COVID-19.

Selain itu, juga ada Program Bank Sampah yang diberikan ke petugas

kompos dengan anggaran disesuaikan dengan hasil penjualan sampah,

Program Infak dari WARGA.NET (Warung Tetangga Internet", yakni

diberikan Rp1.000 per transaksi untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

bagi Balita di posyandu setempat.

Melalui program tersebut, lahan kosong menjadi bermanfaat untuk warga

dan terlihat asri, kebutuhan pangan warga jadi terjamin, mencegah

"stunting", kebersamaan menjadi erat pada saat pemberian pakan dan

jadwal menguras air, warga menjadi produktif, dan hasil panen BUDIMAN

dapat menghasilkan produk yang dapat dijual dan disedekahkan.

Perlu utuh

Meski program bercocok tanam seperti itu di perkotaan menjadi gerakan

yang positif, namun menurut dosen Universitas Cokroaminoto Makassar Dr

Muhammad Yusuf, SPi, MSi memang masih ada beberapa hal yang masih

sangat lemah.

Ia melihat momentum pandemi COVID-19 semacam itu di

perumahan-perumahan perkotaan belum semuanya termanfaatkan dengan

baik, terutama kegiatan yang bisa digerakkan secara simultan dan

bersama-sama.

"Namun demikian momentum ini masih ada dan masih dapat dioptimalkan,"

kata pengampu mata kuliah Konservasi dan Ekowisata serta Pembangunan

dan Pencemaran Lingkungan di Universitas Cokroaminoto itu.

Menurut dia bila melihat tujuan dan semangat yang dibangun kurang

lebih sama dengan program "urban farming" kepala daerah dan beberapa

perumahan lain, di mana idenya juga muncul karena pandemi COVID-19.

Ketidakutuhan di tataran konsep pada program semacam itu, misalnya

kalau di sebuah komunitas perumahan hanya membagi-bagikankan bibit

tanpa melibatkan secara langsung maka warga sebagian cuek dan sebagian

menerima apa adanya.

Contohnya, warga dan pengurus serta tokoh-tokoh masyarakat tidak

dilibatkan sehingga terkesan hanya ide dan kerja sepihak.

"Padahal sebenarnya dapat dioptimalkan dengan mendororng kegiatan

tersebut menjadi kegiatan warga bersama," kata doktor lulusan Program

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB pada 2016 itu.

Soal kebelumutuhan program semacam itu, juga disepakati oleh

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKT)

Ayip Said Abdullah, terkait program semacam itu, yang juga

dilaksanakan di Perumahan Laladon Baru Residence (LBR) Desa Laladon,

Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jabar.

Saat ini di Perumahan LBR dilaksanakan kegiatan budi daya cabai dan

tomat dengan membagikan bibit dua komoditas sayuran itu kepada warga.

Namun, diakuinya bahwa apa yang sedang dilakukan di LBR itu tetap

merupakan bagian dari gerakan "urban farming".

"Memang belum seutuhnya sebagai sebuah aktivitas 'urban farming'," katanya.

Dalam banyak pendapat, urban farming terkait dengan praktik budi daya,

prosesing dan distribusi pangan di area urban. Umumnya, dalam "urban

farming" mendekatkan pada prinsip efisiensi dan putaran energi dari

rumah-kebun-rumah.

Selain itu, "urban farming" juga umum dilakukan dengan

mengintegrasikan dengan ternak skala kecil, akuakultur, budi daya

lebah dan hortikultur.

Meski memang belum utuh, kata dia, ke depan harusnya memang dilengkapi

dengan pengelolaan limbah rumah tangga sebagai sumber pupuk sehingga

dihasilkan produk yang sehat.

Selain itu, juga perlu digagas diversifikasi dan integrasi kegiatan

budi daya di pot dengan akuakultur, ternak ikan skala kecil dan

pengelolaan sampah organik.

Dalam jangka panjang tentu saja program ini tidak hanya bisa diarahkan

pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan keluarga namun juga bisa menjadi

sumber pendapatan dan tabungan keluarga.