Status AS siaga tinggi, Pentagon pindahkan sekitar 1.600 tentara ke Washington
Washington (ANTARA) - Pentagon memindahkan sekitar 1.600 tentara Amerika Serikat ke (AS) wilayah Washington, D.C.
Serangkaian aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, warga kulit hitam yang tewas karena disiksa anggota kepolisian, yang berujung kericuhan terjadi di kota Washington, D.C.
Baca juga: Kanselir Jerman Angela Merkel tolak undangan Trump hadiri KTT G7 di Washington
"Tentara-tentara itu ditempatkan di pangkalan militer di Wilayah Capitol Nasional tetapi tidak di Washington, D.C.," jurubicara Pentagon Jonathan Rath Hoffman mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan pasukan saat ini dalam "status siaga tinggi" tetapi tidak berpartisipasi dalam dukungan pertahanan untuk operasi otoritas sipil.
Pejabat senior pertahanan mengatakan bahwa pasukan akan pindah ke wilayah Washington.
Pasukan termasuk polisi militer dan mereka yang memiliki kemampuan teknik, bersama dengan batalion infantri, kata Hoffman.
Floyd, 46, meninggal pada Senin setelah video menunjukkan seorang petugas kepolisian Minneapolis berkulit putih menekan leher Floyd dengan lutut selama hampir sembilan menit.
Peristiwa ini menyulut kemarahan yang melanda negara yang terpecah secara politik dan rasial itu menjelang pemilihan presiden pada November dan di tengah pandemi virus corona yang membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan.
Komunitas minoritas sangat terpukul oleh pandemi dan kebijakan pembatasan tersebut.
Pihak berwenang memberlakukan jam malam di puluhan kota di seluruh Amerika, yang terbesar sejak 1968 setelah pembunuhan Martin Luther King Jr, yang juga terjadi selama kampanye pemilihan presiden dan di tengah pergolakan demonstrasi anti-perang.
Di Santa Monica, toko-toko kelas atas dijarah di sepanjang Third Street Promenade yang populer di kota itu sebelum polisi bergerak untuk melakukan penangkapan. Vandalisme itu terjadi setelah pawai yang sebagian besar berlangsung damai di kota tepi pantai itu.
Lebih jauh ke selatan, di Long Beach pinggiran kota Los Angeles, sekelompok pria dan wanita muda menghancurkan jendela pusat perbelanjaan dan menjarah toko-toko sebelum mereka dibubarkan sebelum berlakunya jam malam pada pukul 6 sore waktu setempat.
Di Washington, D.C., pengunjuk rasa memicu kebakaran di dekat Gedung Putih, dengan asap yang bercampur dengan awan gas air mata mengepul ketika polisi berusaha untuk membubarkan mereka dari daerah tersebut.
Kekerasan sporadis pecah di Boston menyusul protes damai ketika para pegiat melempar botol ke arah petugas polisi dan membakar sebuah mobil. Philadelphia mengumumkan pukul 6 sore sampai jam 6 pagi sebagai jam malam setelah seharian protes dan penjarahan.
Sementara itu beberapa ratus demonstran berpawai melalui pusat kota Miami meneriakkan: "Tidak ada keadilan, tidak ada kedamaian," melewati pusat penahanan di mana para narapidana dapat dilihat dari jendela-jendela sempit.
Baca juga: Jembatan George Washington di New York ditutup karena ancaman bom
Baca juga: Sengketa Perdagangan Antara Washington Dengan Negara lain, Trump Ancam Akan Keluarkan AS Dari WTO
Sumber : Reuters
Pewarta : Azis Kurmala
Serangkaian aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, warga kulit hitam yang tewas karena disiksa anggota kepolisian, yang berujung kericuhan terjadi di kota Washington, D.C.
Baca juga: Kanselir Jerman Angela Merkel tolak undangan Trump hadiri KTT G7 di Washington
"Tentara-tentara itu ditempatkan di pangkalan militer di Wilayah Capitol Nasional tetapi tidak di Washington, D.C.," jurubicara Pentagon Jonathan Rath Hoffman mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan pasukan saat ini dalam "status siaga tinggi" tetapi tidak berpartisipasi dalam dukungan pertahanan untuk operasi otoritas sipil.
Pejabat senior pertahanan mengatakan bahwa pasukan akan pindah ke wilayah Washington.
Pasukan termasuk polisi militer dan mereka yang memiliki kemampuan teknik, bersama dengan batalion infantri, kata Hoffman.
Floyd, 46, meninggal pada Senin setelah video menunjukkan seorang petugas kepolisian Minneapolis berkulit putih menekan leher Floyd dengan lutut selama hampir sembilan menit.
Peristiwa ini menyulut kemarahan yang melanda negara yang terpecah secara politik dan rasial itu menjelang pemilihan presiden pada November dan di tengah pandemi virus corona yang membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan.
Komunitas minoritas sangat terpukul oleh pandemi dan kebijakan pembatasan tersebut.
Pihak berwenang memberlakukan jam malam di puluhan kota di seluruh Amerika, yang terbesar sejak 1968 setelah pembunuhan Martin Luther King Jr, yang juga terjadi selama kampanye pemilihan presiden dan di tengah pergolakan demonstrasi anti-perang.
Di Santa Monica, toko-toko kelas atas dijarah di sepanjang Third Street Promenade yang populer di kota itu sebelum polisi bergerak untuk melakukan penangkapan. Vandalisme itu terjadi setelah pawai yang sebagian besar berlangsung damai di kota tepi pantai itu.
Lebih jauh ke selatan, di Long Beach pinggiran kota Los Angeles, sekelompok pria dan wanita muda menghancurkan jendela pusat perbelanjaan dan menjarah toko-toko sebelum mereka dibubarkan sebelum berlakunya jam malam pada pukul 6 sore waktu setempat.
Di Washington, D.C., pengunjuk rasa memicu kebakaran di dekat Gedung Putih, dengan asap yang bercampur dengan awan gas air mata mengepul ketika polisi berusaha untuk membubarkan mereka dari daerah tersebut.
Kekerasan sporadis pecah di Boston menyusul protes damai ketika para pegiat melempar botol ke arah petugas polisi dan membakar sebuah mobil. Philadelphia mengumumkan pukul 6 sore sampai jam 6 pagi sebagai jam malam setelah seharian protes dan penjarahan.
Sementara itu beberapa ratus demonstran berpawai melalui pusat kota Miami meneriakkan: "Tidak ada keadilan, tidak ada kedamaian," melewati pusat penahanan di mana para narapidana dapat dilihat dari jendela-jendela sempit.
Baca juga: Jembatan George Washington di New York ditutup karena ancaman bom
Baca juga: Sengketa Perdagangan Antara Washington Dengan Negara lain, Trump Ancam Akan Keluarkan AS Dari WTO
Sumber : Reuters
Pewarta : Azis Kurmala