Pekanbaru (ANTARA) - Anggota DPRD Riau dapil Pekanbaru, Agung Nugroho menyuarakan kritikan terhadap kebijakan yang dibuat Pemko Pekanbaru dengan memberikan label bertuliskan "Keluarga Miskin" pada rumah penerima bantuan yang terkena dampak pandemi COVID-19.
"Saya rasa tak pantas, dicap dengan sebutan seperti itu. Seharusnya di berikan saja kartu identitas. Kan kasihan kita. Seperti dipermalukan. Rasa-rasanya kalau lihat itu, seperti tak tinggal di negeri Melayu kita. Miris," ujar Agung di Pekanbaru, belum lama ini.
Bahkan, katanya, seperti rumah berdindingkan kayu yang dikunjungi Pemko Pekanbaru baru-baru ini. Tanpa memberikan cap pun, semua orang yang melihatnya sudah tau bahwa pemilik rumah tersebut berasal dari keluarga kurang mampu.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Riau menambahkan secara aturan tidak ada yang mengharuskan pemerintah daerah untuk membuat tanda warga miskin di rumah penerima bantuan.
Dijelaskan Agung, merujuk pada UU No.13/2011 tentang fakir miskin, pasal 10 ayat 5 berbunyi anggota masyarakat yang tercantum dalam data terpadu sebagai fakir miskin diberikan kartu identitas. Kemudian dilanjutkan dengan ayat enam yang menyampaikan, ketentuan lebih lanjut mengenai teknologi informasi dan penerbitan kartu identitas, diatur dengan Peraturan Menteri.
Baca juga: Tuai kritikan, Pemko Pekanbaru ganti tulisan merah "Keluarga Miskin"
"Jadi tidak ada keharusan pemerintah untuk membuat cap dan menulis bahwa rumah penerima bantuan merupakan warga miskin," ucapnya pula.
Dia menyarankan agar Pemko Pekanbaru meniru Pemerintah Kabupaten Meranti. Dimana untuk menandai penerima bantuan, Pemkab Meranti menurut dia jauh lebih sopan. Dimana tanda tersebut terbuat dari stiker dengan tulisan keluarga penerima bantuan sembako dampak Covid-19 Kabupaten Kepulauan Meranti. Dibawah tulisan tersebut terdapat penegasan bahwa yang mencopot stiker tersebut maka secara otomatis akan gugur dari daftar penerima bantuan.
"Lebih sopan bahasanya. Menurut saya tidak masalah di kasi tanda kalau memang diharuskan. Tapi gunakanlah tata bahasa yang tidak membuat orang merasa dikecilkan. Contoh Meranti. Bisa kan? halus dan tegas bahasanya," jelasnya.
Tidak hanya Agung, bahkan pemberian tanda tersebut menjadi perbincangan publik di dunia maya belakangan ini. Banyak kalangan menilai, tulisan yang ada pada tanda ini menyakiti hati masyarakat.
Baca juga: Rumah penerima bansos di Pekanbaru ditandai cat merah