Aksi Anak Punk Resahkan Masyarakat Dumai

id aksi anak, punk resahkan, masyarakat dumai

Dumai, 18/4 (ANTARA) - Aksi yang dilakukan sekelompok pemuda berpenampilan "nyentrik" atau punk yang menggelandangi hidupnya dari satu tempat ke tempat lain semkin meresahkan warga masyarakat di Kota Dumai, Riau.

"Mereka beberapa kali ketahuan menyongkel kedai-kedai gerobak pinggir jalan termasuk punya saya dan mengambil sebagian isi dagangan didalam, seperti rokok, mie, dan lainnya," kata Yohana, pemilik kedai gerobak di Jalan Ombak, Kota Dumai, Senin.

Menurut ibu rumah tangga ini, kelakuan sekelompok anak punk tersebut sudah sangat meresahkan dirinya dan banyak pedagang yang membuka lapak dengan gerobak sorong di pinggir-pinggir jalanan Kota Dumai.

"Anak-anak aneh itu mencuri saat pemiliknya tidur atau tengah meninggalkan gerobaknya. Memang yang diambil tidak seberapa, tapi kalau dibiarkan nanti 'nglunjak' atau menjadi-jadi," kata seorang pedagang kedai gerobak lainnya, Aswadi.

Sementra seorang pengendara sepeda moror, Johan, mengatakan, sekelompok anak punk yang kerap mengamen di persimpangan jalan "trafficligh" kerap memaksakan kehendak.

"Kalau habis ngamen mereka nggak dikasih uang, kadang mereka sering ngomong kasar. Bukan sama saya saja, tapi juga banyak pengendara lainnya," kata dia.

Kepala Dinas Sosial Kota Dumai, Pazwir, mengatakan, saat ini pihaknya mendata ada sedikitnya 20-30 orang anak punk di wilayahnya.

"Namun jumlah tersebut selalu berubah setiap bulannya, kadang bertambah dan kadang berkurang. Hal ini mungkin disebabkan hidup mereka yang selalu berpindah-pindah dari kota satu ke kota lainnya," terangnya.

Kendati demikian, kata Pazwir, pihaknya juga telah beberapa kali menanggapi keresahan warga atas tindakan brutal segerombolan anak jalanan berpenampilan nyentrik itu, salah satunya melakukan razia di tempat-tempat tertentu.

"Razia kita lakukan bersama-sama dengan Satpol PP (Satuan Polisi pamong Praja) dan pihak kepolisian setempat," jelasnya.

Beberapa diantara anak punk yang tertangkap tangan, katanya, juga ada yang diberikan tindakan disiplin seperti merapikan rambut mereka yang acak-acakan, dan pekaian mereka yang juga kadang tidak pantas.

"Setelah itu, dengan biaya daerah, kita juga memulangkan anak punk ke daerah asal mereka masing-masing. Karena memang kebanyakan mereka berasal dari luar Dumai," tuturnya.

Namun upaya tersebut menurut Pazwir dapat dikatakan kurang optimal, hal ini terbukti dengan tidak berkurangnya jumlah komunitas punk di kota berjuluk Mutiara Pantai Sumatra itu.

"Bahkan kalau dihitung-hitung, jumlahnya semakin bertambah. Dan kesalnya lagi, wajah anak punk 'ya' itu-itu juga," imbuhnya.

Kedepannya, kata dia, Dinsos bersama instansi terkait lainnya mencoba untuk mencarikan formula baru untuk mengatasi kenakalan anak punk.

"Salah satunya yakni memberikan mereka rumah singgah dan mendidik mereka secara berlahan. Apabila dana memadai, maka kita akan mendatangkan pengajar khusus untuk mendidik anak punk. Dengan cara ini diharapkan mereka dapat kembali menjalani hidup dengan normal," kata Pazwir.