Komitmen Aspako untuk kembalikan kearifan lokal hunian warga pascagempa
Mataram (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Kayu Olahan (Aspako) Lombok berkomitmen mengembalikan kearifan lokal dalam membangun hunian warga Kabupaten Lombok Utara pascagempa.
Semangat ini sejalan dengan keinginan sebagian besar warga Lombok Utara yang ingin kembali membangun rumah tahan gempa (RTG) berbahan kayu.
Dibandingkan dengan daerah lainnya, Lombok Utara memang tercatat sebagai wilayah terdampak gempa paling parah. Bahkan bisa dikatakan, sebagian besar rumah warga di Lombok Utara rata dengan tanah.
Baca juga: Korban tewas akibat gempa bumi yang mengguncang China jadi 11 orang
Proses rehabilitasi dan pembangunan kembali rumah korban gempa di Lombok Utara sudah dimulai. Namun kemajuannya terkesan lamban dibandingkan daerah lain di NTB.
Khusus untuk daerah Lombok Utara, korban gempa mendapat empat pilihan tipe RTG. Keempatnya adalah rumah instan baja (Risba), rumah instan konvensional (Riko), rumah instan sederhana sehat (Risha), dan rumah instan kayu (Rika). Pemerintah Kabupaten Lombok Utara meminta masyarakat agar tidak lagi memperdebatkan masalah konsep pembangunan rumah tahan gempa. Pasalnya, pemerintah telah memberikan kebebasan masyarakat untuk memilih konsep bangunan, baik risha, rika maupun konvensional.
Tujuan pemerintah mempercepat proses pemulihan pascabencana.
Namun dari ke empat RTG yang ditawarkan pemerintah, banyak warga yang memilih rumahnya dibangun kembali dengan tipe Rika. Alasannya cukup sederhana, karena mereka trauma dengan konstruksi bangunan dari batu bata apalagi sejenis beton.
Baca juga: Tidak ada WNI yang jadi korban gempa di Filipina
"Kami ingin kembali membangun rumah kayu, karena kami sangat trauma dengan rumah beton atau rumah yang bahannya berat," kata Anto, warga Karang Bedil, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, di Mataram.
Berbeda dengan konstruksi bangunan yang terbuat dari kayu, masyarakat memilihnya karena dianggap sudah teruji. Nyatanya, mereka telah melihat rumah-rumah tradisional yang terbuat dari kayu, masih berdiri kokoh meskipun diguncang gempa 7 Skala Richter.
Mimpi Rika
Hal itu dibenarkan Ketua Aspako Lombok, Samsul Bahri, yang ditemui wartawan di Mataram. Menurut dia animo masyarakat korban gempa untuk membangun kembali RTG dengan jenis Rika paling tinggi.
Namun untuk mewujudkannya, keinginan itu masih terbentur perihal ketersediaan bahan dasar kayu. Karena keterbatasan kayu, menyebabkan sejumlah warga beralih ke rumah tahan gempa tipe lain.
Melihat kondisi ini, Samsul Bahri yang akrab disapa Ramos bersama rekan-rekannya dari Aspako Lombok berniat untuk mewujudkan mimpi masyarakat membangun rumah kayu.
"Kan salah satu syarat untuk pembangunan RTG tipe Rika itu tidak boleh menggunakan kayu lokal. Artinya, kayu harus didatangkan dari daerah lain," katanya.
Dengan niat membantu masyarakat, Aspako Lombok siap menghadirkan kayu dari daerah di luar Lombok sesuai standar dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Baca juga: Korban luka-luka gempa Solok Selatan, Sumbar jadi 42 orang
"Intinya, Aspako Lombok hadir untuk membangun kembali kearifan lokal hunian warga Lombok Utara," ujar Ramos.
Ramos juga menjamin, kayu-kayu yang akan didatangkan ke tanah gempa memiliki kualitas terbaik, seperti produksi Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
"Kayu yang didatangkan untuk membantu pembangunan RTG tipe Rika ini sudah tentu resmi dan jelas. Artinya, kayu-kayu yang kami siapkan sudah clear and clean," ucapnya.
Pembina Aspako Lombok, Marsekal Muda TNI (Purn) Gutomo turut meyakinkan bahwa asal-usul kayu yang akan datang ke Lombok dipastikan sudah resmi keluar dari dinas lingkungan hidup dan kehutanan (LHK).
"Kalau belum di ketok petugas LHK, kayu tidak boleh keluar. Intinya, kayu yang digunakan harus jelas dan resmi," kata pria yang pernah bertugas sebagai tenaga ahli untuk Pengkaji Bidang Diplomasi Lemhanas tersebut.
Mantan Komandan Lanud Abdul Rachman Saleh dan Lanud Sulaiman Bandung ini juga menegaskan, kayu-kayu yang akan dipakai berasal dari hutan industri.
Untuk ke depannya, kata dia, hutan industri tersebut akan dikelola menjadi hutan energi dengan sistem reboisasi yang memanfaatkan pohon kaliandra.
"Kaliandra ini adalah bahan baku energi terbarukan sebagai pengganti batu bara," katanya.
Kualitas Kayu
Sementara itu, Danrem 162/Wira Bhakti Kolonel Czi Ahmad Rizal Ramdhani kepada wartawan kembali mengingatkan perihal legalitas kayu yang dikirim.
Sebagai Koordinator Lapangan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah tahap gempa, Rizal membenarkan bahwa kayu yang digunakan untuk rumah tahan gempa tipe Rika tidak boleh menggunakan kayu lokal.
"Spesifikasi kayu yang digunakan untuk RTG tipe Rika ini adalah kayu kelas kedua, dan jenis kayu kelas dua ini hanya ada di daerah pedalaman Gunung Rinjani. Kalau dibiarkan menggunakan kayu lokal, hutan Rinjani akan rusak," kata Rizal.
Begitu juga dengan antusias masyarakat korban gempa yang lebih memilih pembangunan rumah kayu. Danrem kembali mengimbau agar masyarakat menggunakan kayu legal.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lombok Utara, Muhadi membenarkan soal tingginya animo masyarakat yang memilih RTG tipe Rika.
Awalnya kata dia, sekitar 90 persen korban gempa di Lombok Utara menginginkan RTG jenis Rika karena masih trauma terhadap bangunan dari kayu atau besi.
Namun karena pada awal pembangunannya, ketersediaan kayu kelas dua untuk sembilan tiang utama sangat terbatas, banyak warga yang kemudian beralih ke tipe RTG lain.
"Sebenarnya masyarakat bebas memilih jenis RTG yang diinginkan. Tapi memang sebagian besar warga Lombok Utara ingin rumah jenis Rika. Kalau kayu sudah tersedia, saya yakin masyarakat Lombok Utara akan kembali memilih Rika," ucap Muhadi.
Baca juga: Alat pelacak korban gempa tengah dikembangkan mahasiswa Universitas Brawijaya
Oleh Dhimas Budi Pratama
Semangat ini sejalan dengan keinginan sebagian besar warga Lombok Utara yang ingin kembali membangun rumah tahan gempa (RTG) berbahan kayu.
Dibandingkan dengan daerah lainnya, Lombok Utara memang tercatat sebagai wilayah terdampak gempa paling parah. Bahkan bisa dikatakan, sebagian besar rumah warga di Lombok Utara rata dengan tanah.
Baca juga: Korban tewas akibat gempa bumi yang mengguncang China jadi 11 orang
Proses rehabilitasi dan pembangunan kembali rumah korban gempa di Lombok Utara sudah dimulai. Namun kemajuannya terkesan lamban dibandingkan daerah lain di NTB.
Khusus untuk daerah Lombok Utara, korban gempa mendapat empat pilihan tipe RTG. Keempatnya adalah rumah instan baja (Risba), rumah instan konvensional (Riko), rumah instan sederhana sehat (Risha), dan rumah instan kayu (Rika). Pemerintah Kabupaten Lombok Utara meminta masyarakat agar tidak lagi memperdebatkan masalah konsep pembangunan rumah tahan gempa. Pasalnya, pemerintah telah memberikan kebebasan masyarakat untuk memilih konsep bangunan, baik risha, rika maupun konvensional.
Tujuan pemerintah mempercepat proses pemulihan pascabencana.
Namun dari ke empat RTG yang ditawarkan pemerintah, banyak warga yang memilih rumahnya dibangun kembali dengan tipe Rika. Alasannya cukup sederhana, karena mereka trauma dengan konstruksi bangunan dari batu bata apalagi sejenis beton.
Baca juga: Tidak ada WNI yang jadi korban gempa di Filipina
"Kami ingin kembali membangun rumah kayu, karena kami sangat trauma dengan rumah beton atau rumah yang bahannya berat," kata Anto, warga Karang Bedil, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, di Mataram.
Berbeda dengan konstruksi bangunan yang terbuat dari kayu, masyarakat memilihnya karena dianggap sudah teruji. Nyatanya, mereka telah melihat rumah-rumah tradisional yang terbuat dari kayu, masih berdiri kokoh meskipun diguncang gempa 7 Skala Richter.
Mimpi Rika
Hal itu dibenarkan Ketua Aspako Lombok, Samsul Bahri, yang ditemui wartawan di Mataram. Menurut dia animo masyarakat korban gempa untuk membangun kembali RTG dengan jenis Rika paling tinggi.
Namun untuk mewujudkannya, keinginan itu masih terbentur perihal ketersediaan bahan dasar kayu. Karena keterbatasan kayu, menyebabkan sejumlah warga beralih ke rumah tahan gempa tipe lain.
Melihat kondisi ini, Samsul Bahri yang akrab disapa Ramos bersama rekan-rekannya dari Aspako Lombok berniat untuk mewujudkan mimpi masyarakat membangun rumah kayu.
"Kan salah satu syarat untuk pembangunan RTG tipe Rika itu tidak boleh menggunakan kayu lokal. Artinya, kayu harus didatangkan dari daerah lain," katanya.
Dengan niat membantu masyarakat, Aspako Lombok siap menghadirkan kayu dari daerah di luar Lombok sesuai standar dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Baca juga: Korban luka-luka gempa Solok Selatan, Sumbar jadi 42 orang
"Intinya, Aspako Lombok hadir untuk membangun kembali kearifan lokal hunian warga Lombok Utara," ujar Ramos.
Ramos juga menjamin, kayu-kayu yang akan didatangkan ke tanah gempa memiliki kualitas terbaik, seperti produksi Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
"Kayu yang didatangkan untuk membantu pembangunan RTG tipe Rika ini sudah tentu resmi dan jelas. Artinya, kayu-kayu yang kami siapkan sudah clear and clean," ucapnya.
Pembina Aspako Lombok, Marsekal Muda TNI (Purn) Gutomo turut meyakinkan bahwa asal-usul kayu yang akan datang ke Lombok dipastikan sudah resmi keluar dari dinas lingkungan hidup dan kehutanan (LHK).
"Kalau belum di ketok petugas LHK, kayu tidak boleh keluar. Intinya, kayu yang digunakan harus jelas dan resmi," kata pria yang pernah bertugas sebagai tenaga ahli untuk Pengkaji Bidang Diplomasi Lemhanas tersebut.
Mantan Komandan Lanud Abdul Rachman Saleh dan Lanud Sulaiman Bandung ini juga menegaskan, kayu-kayu yang akan dipakai berasal dari hutan industri.
Untuk ke depannya, kata dia, hutan industri tersebut akan dikelola menjadi hutan energi dengan sistem reboisasi yang memanfaatkan pohon kaliandra.
"Kaliandra ini adalah bahan baku energi terbarukan sebagai pengganti batu bara," katanya.
Kualitas Kayu
Sementara itu, Danrem 162/Wira Bhakti Kolonel Czi Ahmad Rizal Ramdhani kepada wartawan kembali mengingatkan perihal legalitas kayu yang dikirim.
Sebagai Koordinator Lapangan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah tahap gempa, Rizal membenarkan bahwa kayu yang digunakan untuk rumah tahan gempa tipe Rika tidak boleh menggunakan kayu lokal.
"Spesifikasi kayu yang digunakan untuk RTG tipe Rika ini adalah kayu kelas kedua, dan jenis kayu kelas dua ini hanya ada di daerah pedalaman Gunung Rinjani. Kalau dibiarkan menggunakan kayu lokal, hutan Rinjani akan rusak," kata Rizal.
Begitu juga dengan antusias masyarakat korban gempa yang lebih memilih pembangunan rumah kayu. Danrem kembali mengimbau agar masyarakat menggunakan kayu legal.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lombok Utara, Muhadi membenarkan soal tingginya animo masyarakat yang memilih RTG tipe Rika.
Awalnya kata dia, sekitar 90 persen korban gempa di Lombok Utara menginginkan RTG jenis Rika karena masih trauma terhadap bangunan dari kayu atau besi.
Namun karena pada awal pembangunannya, ketersediaan kayu kelas dua untuk sembilan tiang utama sangat terbatas, banyak warga yang kemudian beralih ke tipe RTG lain.
"Sebenarnya masyarakat bebas memilih jenis RTG yang diinginkan. Tapi memang sebagian besar warga Lombok Utara ingin rumah jenis Rika. Kalau kayu sudah tersedia, saya yakin masyarakat Lombok Utara akan kembali memilih Rika," ucap Muhadi.
Baca juga: Alat pelacak korban gempa tengah dikembangkan mahasiswa Universitas Brawijaya
Oleh Dhimas Budi Pratama