Pekanbaru (Antarariau.com) - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta hakim tunggal praperadilan di Pengadilan Negeri Pelalawan, Ayu Rosalin, untuk menolak seluruh permohonan gugatan Sukdhev Singh atas dugaan melakukan perusakan hutan kawasan Tesso Nilo.
"Sebagian kawasan hutan Tesso Nilo, merupakan areal yang dikelola Sukdhev atau bekas kawasan eks HPH PT Siak Raya Timber yang telah dicabut izinnya oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 2016," kata Made Ali, Koordinator Jikalahari di Pekanbaru, Selasa.
Menurut dia, areal yang dikelola Sukdhev atau bekas kawasan eks HPH PT Siak Raya Timber (SRT) masuk dalam program Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN) sejak 2016-2018. Ia menjelaskan, program tersebut bertujuan memulihkan kembali fungsi hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan kawasan disekitarnya termasuk Eks HPH PT SRT dan PT Hutani Sola Lestari, 13 konsesi HTI dan 11 HGU sawit. Sednagkan luas areal RETN mencapai 916.343 hektare.
"Permohonan praperadilan Sukdhev Singh harus ditolak Hakim ria Ayu Rosalin, karena Sukdhev Singh salah satu cukong yang menjadi target penegakan hukum dalam program RETN. Sidang atas penjahat perusaka hutan itu harus dilanjutkan dan persidangan pembuktian perkara akan menjadi awal untuk menangkap cukong lainnya," kata katanya.
Made menjelaskan, berdasarkan hasil investigasi Jikalahari pada Juni 2017 menemukan Sukdhev menjual Tandan Buah Segar (TBS) hasil panennya ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Mitra Unggul Pusaka (MUP) yang berada di Desa Segati. PT MUP merupakan anak perusahaan Asian Agri milik Taipan Sukanto Tanoto.
Sukdhev Singh ditetapkan sebagai tersangka perambahan hutan oleh Gakkum KLHK karena menguasai lahan seluas 141 hektar untuk budidaya perkebunan sawit di Dusun Tasik Desa Segati Kecamatan Langgam Pelalawan. Lahan ini dikelola dengan sistem kerja sama dengan Koperasi Segati Jaya. Ia diduga telah melanggar pasal 17 ayat 1 huruf a dan ayat 2 huruf a UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Pemeriksaan terhadap Sukdhev dilakukan paska Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPNS LHK) menyita alat berat di lahan miliknya saat membuka lahan pada 8 April 2017.
PPNS LHK menetapkan Sukdhev sebagai tersangka pada 7 Juni 2018 dan berkas dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum. Pada 9 Juli 2018, Sukdhev mengajukan permohonan praperadilan, ia menilai penetapannya sebagai tersangka tidak tepat, penyitaan yang dilakukan tidak sesuai prosedur dan menyebut lahan yang dikelolanya
bukan kawasan hutan, melainkan tanah ulayat yang dikelola pemangku adat.
"Namun berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan pada 3 Agustus dan 6 Agustus 2018 di PN Pelalawan justru menunjukkan proses yang dilakukan PPNS LHK sudah benar dan penetapan Sukdhev menjadi tersangka sudah tepat,"kata Ahlul Fadli, Koordinator Senarai yang melakukan pemantauan langsung di Pengadilan Negeri Pelalawan.