Pekanbaru, 12/7 (ANTARA) - Ribuan kepala keluarga di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau hingga kini belum tersentuh konversi dari penggunaan minyak tanah menjadi gas elpiji tiga kilogram sebagai program nasional mengurangi subsidi bahan bakar minyak.
Padahal menurut Kepala Desa Titi Akar, Anyang, pendataan terhadap jumlah penduduk yang tinggal di daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan termasuk dalam gugusan pulau terluar yang berada di wilayah perairan pantai timur Pulau Sumatera itu dilakukan akhir 2008.
"Program konversi gas belum sampai ke daerah kami, tapi tahun lalu warga kami telah di data dan dijanjikan segera mendapatkan tabung gas berukuran tiga kilogram sebagai bentuk realisasi program konversi itu," ujarnya ketika dihubungi ANTARA dari Pekanbaru, Senin.
Titi Akar merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Rupat Utara dari dua kecamatan yang terdapat di Pulau Rupat, dan satunya lagi Kecamatan Rupat dengan jumlah penduduk di pulau itu mencapai 30 ribu jiwa.
Anyang menjelaskan, selain menggunakan minyak tanah yang sudah mulai langka, warga di pulau itu juga memakai gas elpiji berukuran 12 kilogram untuk memasak kebutuhan sehari-hari yang dipasok dari Port Klang, negeri jiran Malaysia.
Warga memilih memasok bahan kebutuhan pokok dari negeri jiran itu karena jarak tempuh yang singkat dengan waktu satu jam, dibanding daerah terdekat Kota Dumai dengan waktu dua jam dan keduanya hanya bisa dilakukan melalui transportasi laut.
Namun setahun terakhir pengawasan lintas batas perairan kedua negara semakin diperketat sehingga mengurangi frekuensi warga bepergian ke negeri jiran itu.
Sedangkan sejumlah agen di Dumai menolak melakukan pengisian ulang terhadap tabung gas dari Malaysia sehingga warga harus menggunakan gas elpiji lokal.
"Agen di Dumai menolak karena mereka bila menyalahi aturan karena tabung gas kami dari Malaysia. Dengan kondisi itu, maka mendapatkan gas semakin tinggi dan kami berharap program konversi gas tiga kilogram ke daerah kami bisa dipercepat," ujarnya.
Program konversi gas tahap pertama di Riau mulai dilakukan pada pertengahan Desember 2009 pada dua daerah yakni Kota Pekanbaru dan Kota Dumai, sedangkan tahap kedua program itu menyentuh tiga kabupaten yakni Kampar, Pelalawan dan Bengkalis.
Namun banyaknya keluhan masyarakat setelah mendapatkan program gratis dari pemerintah pusat itu menyebabkan realisasi tahap kedua konversi penggunaan minyak tanah menjadi gas tertunda hingga sampai batas waktu yang belum ditentukan.
"Kami masih melakukan kajian dan evaluasi program karena tingginya keluhan masyarakat dan tahap kedua sebelum direalisasikan, kami ingin mendapatkan kepastia jaminan keamanan dari Pertamina," ujar Kadisperigdag Riau, Asmawie Mukhri.