Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Riau memperingatkan pemerintah daerah untuk segera melakukan intervensi terhadap kenaikan harga BBM nonsubsidi jenis Pertalite di Riau, yang kini paling tinggi di Indonesia, karena dipastikan akan berdampak pada lonjakan tingkat inflasi 2018.
Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau Irwan Mulawarman di Pekanbaru, Rabu, mengatakan dampak inflasi dari kenaikan harga Pertalite tidak bisa dihindari karena hampir semua stasiun pengisian BBM di Riau lebih banyak menjual produk itu ketimbang Premium yang disubsidi pemerintah.
PT Pertamina pada akhir Maret ini mengumumkan harga baru Pertalite di Riau menjadi Rp8.150 per liter, naik dari sebelumnya Rp8.000.
Harga Pertalite di daerah kaya minyak itu masih yang paling mahal di Indonesia, bahkan ketimbang harga di Papua yang hanya Rp8.000 per liter.
Akibatnya, Irwan menjelaskan Pertalite kini sangat berdampak pada komponen inflasi dari "administered price", atau harga komoditi yang diatur oleh negara. Kenaikan dari sisi disagregasi tersebut akan berdampak pada inflasi inti maupun pada kenaikan harga "volatile food" atau komponen bergejolak, seperti bahan pangan dan lainnya.
"Kalau misalnya di volatile food naik, Insha Allah dampaknya tidak kemana-mana hanya disitu saja, kita hanya perlu benahi adalah penambahan suplai barang. Tapi ketika administered price bergejolak, dampaknya semua akan bergejolak, kecuali Pemda melakukan intervensi," kata Irwan.
BI memprediksi, dengan adanya pengaruh dari kenaikan harga Pertalite tersebut bisa menyebabkan tingkat inflasi Riau pada 2018 melebihi prakiraan sebelumnya, yang berada di kisaran 3,7 persen hingga maksimal 4,7 persen.
Terkait dampak mahalnya harga Pertalite akibat terlalu tingginya Pemprov Riau mematok pajak bahan bakar kendaraan bermotor, Irwan mengatakan sudah sejak jauh hari BI dan instansi lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Kemenko Perekonomian mewanti-wanti dampak tersebut. Namun, entah mengapa Pemprov Riau tetap menetapkan pajak 10 persen untuk komoditi tersebut.
"Kita peringatkan kenaikan sekian pada bagian hilir, tolong hati-hati. BPS sudah ingatkan, Kemenko Perekonomian juga sudah ingatkan. Selain itu, Pertamina juga harus transparan mengenai harga produksi berapa," katanya.
Sebelumnya, Panitia Khusus Raperda perubahan kedua atas Perda Nomor 8 tahun 2011 tentang Pajak Daerah DPRD Riau menyepakati penurunan pajak bahan bakar kendaraan bermotor dari 10 persen ditetapkan menjadi lima persen.
"Kita sudah menetapkan pajaknya. Khusus, untuk Pertalite, jika turun lima persen harga jualnya nanti berkisar Rp7.750," kata Ketua Pansus Erizal Muluk usai rapat finalisasi di Gedung DPRD Riau, Senin (26/3).
Pihaknya telah menyerahkan kesepakatan hasil kerja pansus kepada Pimpinan Dewan, selanjutnya hasil tersebut akan dibawa ke rapat paripurna DPRD Riau untuk mendapat persetujuan seluruh anggota Dewan.
Berita Lainnya
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB
Sejumlah Produk Kosmetik Dan Makanan Kadaluarsa Disita Pihak Polres Bengkalis
16 December 2016 23:15 WIB