3 Bendahara Bapenda Riau Ditahan dalam Korupsi SPPD, Rekan Kerja Menyaksikan dengan Isak Tangis

id 3, bendahara bapenda, riau ditahan, dalam korupsi, sppd rekan, kerja menyaksikan, dengan isak tangis

 3 Bendahara Bapenda Riau Ditahan dalam Korupsi SPPD, Rekan Kerja Menyaksikan dengan Isak Tangis

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kejaksaan Tinggi Riau menahan tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana anggaran perjalanan dinas di Badan Pendapatan Daerah setempat, Kamis.

"Tiga tersangka merupakan bendahara pengeluaran di masing-masing bidang," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Sugeng Riyanta di Pekanbaru.

Ketiga tersangka yang ditahan tersebut masing-masing berinisial Y, AA dan DA. Dalam kasus ini, seluruh tersangka merupakan perempuan.

Mereka ditahan sekitar pukul 12.00 WIB setelah menjalani pemeriksaan di gedung Pidana Khusus Kejati Riau. Selanjutnya mereka akan ditahan di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Perempuan dan Anak, Gobah, Pekanbaru.

Sementara itu, belasan rekan kerja tersangka yang sejak awal pemeriksaan berada di dalam gedung Pidana Khusus tak kuasa menahan tangis saat ketiganya digiring ke mobil petugas.

Mereka terus mengiringi ketiga wanita berkerudung dan telah mengenakan rompi tahanan tersebut ke mobil yang akan mengantarkan mereka ke Lapas.

Sugeng menuturkan, para tersangka tersebut akan ditahan selama 20 hari ke depan seraya menunggu jaksa menyiapakn berkas dakwaan.

Secara keseluruhan, dalam perkara ini Kejati Riau telah menetapkan lima tersangka. Selain tiga tersangka di atas, dua tersangka lainnya, yang juga perempuan telah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru. Keduanya masing-masing bernama Deliana dan Deyu.

Dua terdakwa itu merupakan pejabat penting di Bapenda Riau. Deliana adalah Sekretaris Bapenda Riau, sementara Deyu Kepala Sub Bagian Keuangan Bapenda Riau.

Perkara yang menjerat tiga tersangka diatas merupakan hasil pendalaman fakta-fakta persidangan yang dijalani oleh Deyu dan Deliana.

Menurut Sugeng, berdasarkan hasil penyelidikan diketahui tindak pidana korupsi berjamaah itu dilakukan secara bertingkat, yang berawal dari pemotongan sebesar 10 persen atas perintah dua terdakwa.

"Dari surat dakwaan, korupsi dilakukan bertingkat. Bermula dari pemotongan saat bidang mengajukan UP (uang persediaan) dan GU (ganti uang) ke bagian Keuangan. Dipotong 10 persen atas perintah terdakwa," urainya.

Seharusnya, uang yang dipotong di masing-masing bidang untuk perjalanan Dinas Pegawai. Namun, terdapat praktik-praktik pemotongan anggaran.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kasus dugaan korupsi tersebut terjadi pada rentang 2015-2016 dengan kerugian negara mencapai Rp1,23 miliar.

JPU menyebut, pada Februari 2015, terdakwa Deliana memanggil terdakwa Deyu untuk datang ke ruangannya. Di ruang itu juga hadir Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pembantu di masing-masing bidang, di antaranya, Deci selaku Bendahara Pengeluaran Bidang Pajak, Deli selaku Bendahara Pembantu Bidang Pengelolaan Data, Anggraini selaku Bendahara Pembantu Bidang Retribusi, dan Tumino selaku Bendahara Kesekretariatan.

Terdakwa Deliana memberitahukan bahwa dana UPT segera cair. Namun dari dana itu akan ada pemotongan sebesar 10 persen dari UP dan GU di masing-masing bidang.

Pencairan dilakukan pada Maret hingga Desember 2015 melalui juru bayar, Akmal. Untuk melaksanakan instruksi Deliana, terdakwa Deyu meminta Akmal memotong 10 persen kepada bendahara.

Setelah terkumpul, dana itu disimpan ke dalam brankas yang diketahui oleh terdakwa Deliana dengan tulisan uang pemotongan UP dan GU. Uang itu dikeluarkan atas persetujuan terdakwa untuk membayar operasional seperti bahan bakar minyak, TV kabel, honor, tiket pesawat, makan bersama dan lain-lain.

Pemotongan serupa juga dilakukan pada 2016. Pemotongan ini berdampak pada masing-masing bagian di Dispenda (saat ini bernama Badan Pendapatan Daerah) Riau. Perjalanan dinas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibat perbuatan itu negara dirugikan Rp1,23 miliar. Uang itu tidak bisa dipertanggungjawabkan terdakwa dan membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tidak sesuai prosedur.

***2***