Jakarta, (Antarariau.com) - Perang terhadap narkotika dan obat - obatan berbahaya atau narkoba yang diserukan oleh Presiden Joko Widodo menuntut seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bergerak melawan kejahatan terorganisir yang bersifat lintas negara itu.
Dalan situasi darurat narkoba ini, para pemangku kepentingan dan kebijakan di negeri ini tidak dapat berdiam diri melihat narkoba menghancurkan bangsa Indonesia.
Untuk menghadapi ancaman ini, semua harus bersatu, khususnya aparat penegak hukum yang terang - terangan dibekali senjata untuk melindungi bangsa dan negara. Tidak boleh lagi ada ego sektoral, demi kepentingan terlihat berjasa di mata rakyat, karena aparat penegak hukum memiliki kewajiban melindungi masyarakat.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga negara yang memiliki kewajiban penuh dalam penanganan permasalahan narkoba di Indonesia, menjadi garda terdepan dalam memutuskan langkah dan kebijakan yang diambil guna mengatasi peredaran gelap narkoba dan menekan laju angka prevalensi penyalahgunaan narkoba.
Kepala BNN, Komjen Pol Budi Waseso yang akrab dipanggil Buwas mengatakan dalam mengatasi permasalahan narkoba diperlukan strategi khusus, yaitu keseimbangan penanganan antara "supply reduction" dan "demand reduction". "Supply reduction" bertujuan memutus mata rantai pemasok narkoba mulai dari produsen sampai pada jaringan pengedarnya, sedangkan "demand reduction" adalah memutus mata rantai para pengguna narkoba. Pada pendekatan "supply reduction" BNN, Polri serta Bea dan Cukai telah bekerja sama melakukan penindakan terhadap segala bentuk kejahatan narkoba.
Sepanjang tahun 2017 telah diungkap 46.537 kasus narkoba dan 27 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang bersumber dari kejahatan narkoba. Dari kasus tersebut telah diamankan 58.365 orang tersangka, 34 tersangka kasus TPPU dan 79 orang tewas tertembak karena melakukan perlawanan kepada petugas saat dilakukan penindakan.
"Hal ini merupakan bukti keseriusan aparat penegak hukum dan melawan kejahatan narkoba, bahwa tembak di tempat bagi para pelaku kejahatan narkoba bukanlah 'gertak sambel' semata melainkan komitmen hukum di Indonesia yang tegas dan keras kepada jaringan sindikat narkoba," kata Buwas.
Adapun barang bukti narkoba yang di sita berdasarkan data gabungan BNN, Polri serta Bea dan Cukai sepanjang 2017 yakni shabu sebanyak 4,71 ton, ganja sebanyak 151,22 ton, ekstasi sebanyak 2.940.748 butir dan 627,84 kilogram. Sedangkan dalam kasus TPPU terkait kejahatan narkoba, barang bukti berupa aset dalam bentuk kendaraan bermotor, properti, tanah, perhiasan, uang tunai dan uang dalam rekening yang disita BNN mencapai nilai Rp105.017.000.000.
"Aset - aset jaringan sindikat narkoba yang disita oleh negara ini nantinya akan dimanfaatkan untuk mendukung kinerja aparat dalam hal penegakan hukum tindak pidana narkoba," kata Buwas. BNN juga telah menerima barang rampasan negara yang berasal dari pengungkapan kasus narkoba dari TPPU sebesar Rp27.282.130.000,- telah dimanfaatkan untuk kepentingan pemberantasan narkoba.
Narkotika jenis baru
Selain melakukan pemberantasan peredaran gelap narkoba, perkembangan narkotika jenis baru juga menjadi perhatian yang sangat serius bagi pemerintah. Dari 739 zat narkotika jenis baru atau New Psychoactive Substance (NPS) yang dilaporkan oleh 106 negara dan teritorial sudah beredar di dunia (World Drug Report UNODC 2017). Hal tersebut kerap menjadi modus operandi jaringan sindikat narkoba untuk menyelundupkan narkoba dalam bentuk lain dengan efek yang lebih dahsyat dari narkoba pada jenis umumnya.
Dari peredaran NPS di dunia, telah diidentifikasi sebanyak 68 zat NPS yang telah masuk dan beredar luas di Indonesia. Sebanyak 60 zat diantaranya telah berhasil mendapatkan ketetapan hukum melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor. 41 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika dengan ancaman hukuman yang diberlakukan sesuai dengan Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Berkaitan dengan hal tersebut, BNN pada 2017 sedang membangun Pusat Laboratorium Uji Narkoba di Lido, Bogor yang diharapkan mampu menjadi rujukan dan pusat penelitian tentang Narkoba di Indonesia," kata Buwas.
Adapun langkah - langkah preventif yang ditempuh sebagai upaya untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Program dan kegiatan yang dilakukan dalam hal menekan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba menyasar kaum muda yang merupakan target pasar jaringan sindikat narkoba.
BNN juga telah menyusun Modul Pendidikan Anti Narkoba untuk lima sasaran yaitu pelajar, mahasiswa, pekerja, keluarga dan masyarakat. Modul Pendidikan Anti Narkoba ini merupakan program prioritas nasional yang sejalan dengan kebijakan nasional tentang revolusi mental. Modul tersebut telah diluncurkan di empat wilayah yaitu Maluku Utara, Bali, Surabaya dan Kalimantan Timur.
Sebagai bentuk lainnya dalam penyebarluasan informasi tentang narkoba dan bahaya penyalahgunaannya serta antisipasi terhadap gencarnya perkembangan narkoba di dunia maya. BNN telah mendistribusikan mobil sosialisasi narkoba yang dilengkapi dengan media sosial center yang dikelola oleh BNN kabupaten/kota di 22 provinsi dengan harapan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat di wilayah Indonesia.
Jumlah kegiatan pencegahan yang telah dilakukan oleh BNN, baik berupa advokasi, sosialisasi dan kampanye "STOP Narkoba" pada tahun 2017 sebanyak 10.939 kegiatan dengan melibatkan 2.525.131 orang dari berbagai kalangan baik kelompok masyarakat, pekerja maupun pelajar.
"Serta meluncurkan program unggulan yaitu Alternative Development (AD) untuk mengganti tanaman narkotika dan mengubah profesi penanaman ganja menjadi petani dalam produksi unggulan, dan telah dilaksanakan di Aceh. Program ini diklaim telah berhasil di berbagai negara penghasil tanaman narkotika," kata Buwas.
Melalui program AD, BNN, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan komponen bangsa diajak melakukan sinergi dalam pengembangan sosial budaya, menegakan keamanan dan ketertiban, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan hutan serta meningkatkan ketahanan pangan dan menggagas terbangunnya agrowisata di Provinsi Aceh.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat lainnya yang telah dilakukan oleh BNN antara lain, pelatihan penggiat anti narkoba sebanyak 146 kegiatan dengan peserta sebanyak 3.733 orang, 719 kegiatan penyuluhan yang melibatkan 219.956 orang dan pengembangan kapasitas sebanyak 150 kegiatan dengan peserta sebanyak 3.616 orang.
Sebagai upaya deteksi dini penyalahgunaan narkoba pada tahun 2017, BNN memfasilitasi kegiatan tes urine yang diikuti oleh 158.351 dengan hasil sebanyak 172 orang terindikasi positif mengkonsumsi narkoba.
Rehabilitasi
BNN telah merehabilitasi 1.523 penyalahguna narkoba baik di Balai Rehabilitasi maupun di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). "Dan sudah memberikan layanan pasca rehabilitasi kepada 7.829 mantan penyalahguna narkoba. Rehabilitasi narkoba merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan para pengguna dari belenggu narkoba," kata Buwas.
Penyalahguna yang telah melewati masa rehabilitasi primer kemudian mengikuti program rehabilitasi lanjutan yang ada di Rumah Damping dengan beberapa program yang dirancang untuk pemulihan mantan penyalahguna narkoba, agar tidak kambuh kembali (relapse). "Rumah Dampingan dibangun dengan tujuan untuk membawa mantan penyalahguna, hingga titik total abstinen dan menurunkan angka kekambuhan yang biasa dialami mantan penyalahguna narkoba," kata Buwas.
Di rumah ini, mantan penyalahguna narkoba dibekali dengan keterampilan guna meningkatkan kualitas hidup dan membuka peluang baru bagi mereka agar bisa kembali produktif, sehingga lebih mandiri dan siap kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1.178 mantan penyalahguna narkoba telah mengikuti program di Rumah Dampingan.
Selain memberikan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba, BNN juga tengah melakukan pengembangan terhadap Balai Besar Rehabilitasi di Lido, Bogor sebagai pusat pengkajian, pusat layanan dan pusat pelatihan dalam bidang rehabilitasi penyalahguna narkoba. Sebagai langkah awal, BNN melalui Deputi Bidang Rehabilitasi telah membuat road map pengembangan, analisa kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan yang akan dihadapi Balai sebagai Pusat Rehabilitasi Narkotika secara nasional.
"Selanjutnya tahun mendatang akan dilakukan seluruh program pengembangan dimaksud. Dengan terbentuknya pusat layanan unggulan ini, BNN berharap mampu menjadi rujukan rehabilitasi narkoba tidak hanya di Indonesia, tetapi juga bagi mancanegara," katanya.
BNN juga melakukan penambahan kekuatan internal dengan membangun 28 BNN Kabupaten/Kota guna memperluas jangkauan wilayah rawan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba, sehingga saat ini BNN memiliki 34 BNN Provinsi dan 173 BNN Kabupaten/Kota.