Jakarta, (Antarariau.com) - Gol tercipta. Sontak beberapa pemain berlarian saling menghampiri untuk berpelukan meluapkan kesenangan karena telah berhasil menjebol gawang lawan. Tak lupa, ada juga yang 'cipika-cipiki'.
Selebrasi gol itu tersaji di turnamen terbuka sepak bola wanita Piala Pertiwi di Stadion Bumi Palembang, Selasa (5/12) sore, yang mempertemukan Papua dan Bali.
"Jangan ditanya bagaimana prosesnya, yang penting bola masuk ke gawang dan penonton senang," kata Rudi, salah seorang penonton.
Setiap gol tercipta, bukan hanya pemain yang bergembira. Ratusan penonton yang menyaksikan pertandingan itu juga tak kalah girang karena bisa menyaksikan hiburan langka itu. Bahkan ada yang berteriak genit. "Salto," kata salah seorang penonton menyambut gol Papua ke gawang Bali.
Penonton yang sebagian besar kaum Adam itu, sejak awal terlihat antusias menyaksikan laga tak imbang itu. Meski cuaca sore itu cukup panas sekitar 33 derajat celcius, tak membuat mereka meninggalkan tempat duduk.
Ketua Asprov PSSI Sumsel Musni Wijaya pun enggan melewatkan kesenangan ini dengan tak semenit pun meninggalkan kursi penonton VIP. Dua pertandingan yang dijadwalkan hari itu pun dilalap habis.
Beberapa kali terdengar teriakan penonton untuk memberikan semangat. Ada juga yang tertawa lebar saat menyaksikan peluang gol terbuang percuma karena si pemain andalan terjatuh.
Di kesempatan lain, ada juga penonton yang terlihat geram karena lambatnya gerakan para pesepak bola putri itu.
Wajar saja, penonton pun tak bisa banyak menuntut seperti saat menyaksikan pertandingan sepak bola pria yang penuh trik, takel keras dan gerakan diving.
Sajian menarik paling sesekali saja ketika seorang pemain terprovokasi menarik baju lawan. Itu pun buru-buru mendapatkan kartu pelanggaran dari wasit.
Seru, beda dengan pertandingan sepak bola pria. Karena yang main putri, jadi agak lambat. Lucu, kadang kesal juga, kata dia.
Menurut pecinta sepak bola asal Palembang, Alimin (65), terdapat perbedaan mencolok pertandingan sepak bola wanita tempo dulu dengan era milenial kini.
Pada era tahun 80-an, pemain bola Galanita umumnya "ibu-ibu", jebolan tim-tim bentukan TNI, Polri, dan sekolah olahraga.
Kini sungguh berbeda karena semua peserta Piala Pertiwi berusia remaja, yakni berkisar 20-an. Selain itu, dari sisi keterampilan, menurut pengamatan Alimin, sudah jauh lebih baik atau sudah ada inisiatif untuk membagi bola.
Dulu, katanya, mainnya masih berkerumun. Dimana ada bola, ngumpul di situ. Kini tidak lagi. Sudah lebih modern.
Olahraga sepak bola sudah populer sejak lama. Namun, khusus untuk sepak bola wanita baru dipertandingkan di Piala Dunia pada 1991 atau 61 tahun setelah sepak bola pria.
Seiring dengan kemajuan zaman dan semakin menjamurnya pesepak bola berlabel selebritas dunia, tak ayal membuat kaum hawa pun ingin merasakan sensasinya.
Hal ini dibenarkan Dhanielle Daphne (17), pesepak bola putri asal Jawa Barat yang merupakan penggemar David Beckham, pesepak bola asal Inggris.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya sampai keliling ibu kota Jakarta bersama orang tuanya hanya sekadar untuk mencari sekolah sepak bola khusus perempuan.
Tapi, pencariannya tidak berhasil karena sama sekali tidak ada sekolah tersebut. Karena itu dengan terpaksa ia ikut SSB cowok.
Danielle mengatakan hal itu saat dijumpai dalam acara malam Gala Dinner Piala Pertiwi di Palembang, Sabtu (2/12).
Lantaran Dhanielle yang saat itu berusia 12 tahun sudah telanjur suka dengan sepak bola, kedua orang tuanya pun tak kuasa menolak sehingga terpaksa merelakan Dhanielle berjibaku dengan anak-anak laki-laki di lapangan rumput.
Buahnya ternyata cukup manis setelah dirinya bergabung dalam klub Imran Soccer Akademi. Gadis berkulit putih bermata sipit ini sempat terpilih memperkuat Timnas U-12 dengan menjajal kompetisi di Spanyol dan Jepang.
Karena usia dibawah 15 tahun, katanya, maka Timnas boleh ada perempuannya. Dan saya sendiri yang saat itu bisa tembus. Tapi kalau sekarang, sudah berat karena usia 17 tahun dan anak-anak cowok jauh lebih kuat dan cepat.
Oleh karena itu, siswa kelas 3 SMA Global Sevilla Jakarta ini sangat berharap Indonesia bisa memunculkan kompetisi khusus sepak bola wanita.
Menurut dia, banyak sekali perempuan di Indonesia yang mau bermain bola tapi tidak ada wadahnya.
Kesukaan pada olahraga sepak bola juga dialami Nurlaili (21), pemain Timnas Piala AFF U-20 tahun 2015 di Vietnam. Meski mengawali dari futsal, tapi akhirnya dia benar-benar mengandrungi olahraga sepak bola setelah memperkuat Persida Sidoarjo pada tiga tahun lalu.
Di futsal, kata dia, setiap pemain harus bisa di setiap posisi, tapi di sepak bola itu beda. Setiap pemain bertanggung jawab di posisinya masing-masing, dan dia senang bisa menjadi bek.
Keunikan lainnya, menurut Nurlaili, dalam sepak bola bisa membangun kerja sama tim. Kadang, katanya, mereka bisa menangis bersama juga.
Nurlaili yang saat ini hijrah ke Persimura Musi Rawas (Sumsel) mengatakan sangat memimpikan sepak bola wanita juga memiliki kompetisi profesional.
Mahasiswa semester 5 Universitas Surabaya ini mengistilahkan ketika memilih sepak bola, ibaratnya sudah "nyebur". Harapannya, ada ruang buat dia untuk benar-benar berkarir.
Upaya PSSI
Kompetisi sepak bola wanita dalam negeri telah digaungkan melalui Piala Pertiwi sejak tahun 2006. Namun kompetisi ini mengalami pasang surut, bahkan ikut terhenti ketika Indonesia menerima sanksi dari FIFA pada tahun 2016.
Kemudian, ruang bagi perempuan untuk berkiprah semakin sempit karena praktis hanya di Pekan Olahraga Nasional (PON) dengan menjadi wakil dari daerah.
Menanggapi kondisi ini, Kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah merancang program untuk memajukan sepak bola wanita di Tanah Air.
Anggota Exco PSSI 2016-2020 Komite Sepak Bola Wanita Papat Yunisal di Palembang mengatakan PSSI merencanakan pada 2018 muncul Liga 3 untuk mencetak pesepak bola wanita profesional.
Tak hanya itu, PSSI akan membuat aturan baru pada Liga Danone usia muda, yakni mewajibkan ada dua atlet perempuan dalam satu tim.
Selama ini, kata dia, sifatnya hanya imbauan, tapi untuk Liga Danone mendatang menjadi wajib.
Papat hadir di Palembang untuk memantau tes event Asian Games yakni Piala Pertiwi 2017.
Menurutnya, "pemaksaan" ini untuk menstimulus bangkitnya sepak bola wanita. Indonesia sejatinya telah memunculkan sepak bola bagi kaum Hawa ini pada era tahun 70-an, tapi kini justru mandek di tengah maraknya sepak bola profesional untuk kaum pria.
Papat mengatakan bukan hanya dari sisi kompetisi, PSSI juga berencana masuk ke bidang pendidikan dengan menganjurkan sekolah-sekolah memiliki ekstrakurikuler sepak bola wanita.
PSSI pun, kata dia, bersedia memberikan subsidi dengan memberikan pelatihan bersertifikat ke guru sekolah.
Timnas wanita pertama kali bertanding pada tahun 1977 di Kejuaraan AFC Wanita dengan finis pada peringkat 4. Sementara, di era sekarang, Timnas terakhir bertanding pada 2015 pada Piala AFF.
Kali ini Pertiwi Cup kembali digelar tak lain untuk tes event Piala Pertiwi di Palembang, 3-13 Desember 2017.
Sebanyak 12 provinsi ambil bagian dalam ajang ini, yakni Kalbar, Jambi, Jabar, Sumsel, DI Yogyakarta, Bengkulu, Papua, Bali, Banten, Babel, Jawa Tengah dan Sulsel.
Penyelenggara membagi tim dalam beberapa grup, yakni Grup A terdiri atas Kalimantan, Jambi dan Jawa Barat. Kemudian Grup B terdiri atas Sumsel, Sulsel dan Yogyakarta, Grup C terdiri atas Bengkulu, Papua dan Bali, lalu Grup D dihuni Banten, Babel dan Jawa Tengah.
Ia menjelaskan ada tim pencari bakat di sini untuk memantau siapa saja yang layak masuk timnas.
Sepak bola putri sempat menggelora, kemudian meredup kembali. Di era milenial, justru sepak bola ini digemari anak-anak muda namun sayang mereka tidak memiliki ruang.