Pekanbaru (Antarariau.com) - Beberapa perusahaan minyak dan gas yang beroperasi di wilayah Provinsi Riau yakni PT. Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas Sumbagut dengan stakeholder terkait Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lalu pemerintah kabupaten/kota setempat membentuk Forum Komunikasi Bersama (FKB).
"Intinya Pemerintah Provinsi Riau mendukung dibentuknya FKB ini tujuannya bagaimana kita memiliki satu persepsi memandang lingkungan disekitar area pertambangan migas agar lebih baik," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Syahrial Abdi usai membuka secara resmi acara Forum Komunikasi Bersama di Pekanbaru, Senin.
Syahrial Abdi menjelaskan dibentuknya FKB ini menjembatani keperluan perusahaan, pemerintah dan masyarakat yang berubah sesuai peraturan. Misalkan perlakuan terhadap tanah yang terkontaminasi oleh operasi minyak selama ini.
Menurut dia pihaknya memandang isu kontaminasi akibat usaha pertambangan migas bagi lingkungan dan masyarakat perlu didiskusikan bersama melalui kacamata yang sama sehingga dampak dari masalah tersebut bisa diselesaikan lebih awal.
"Jadi pandangan dari PT. Chevron Pacific Indonesia, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prov. Riau, Dinas Lingkungan Hidup Kab/Kota, SKK Migas Sumbagut dan Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam Riau, bisa jadi maksimal, sehingga saat membuat keputusan pemerintah pusat maupun daerah jadi benar," bebernya.
Ia menambahkan dengan forum ini diharapkan semua masalah bisa digali, disatukan agar tidak ada lagi sisi lain dari kehidupan yang tertinggal misalkan tuntutan masyarakat.
Selain juga tidak mengganggu kinerja dan prosuksi migas di Riau karena secara nasional Pemda memiliki target tahunan yang harus dipenuhi.
"Yang terpenting adalah perusahaan migas di Riau ingin merasa nyaman atas apa yang mereka lakukan selama beroperasi tidak melanggar aturan pemerintah," tambahnya.
Ia juga menyatakan output dari FKB ini bisa jadi bahan masukan bagi pemerintah daerah sebagai jaminan keberlangsungan operasi produksi. Kemudian tanah yang terkontaminasi bisa diselesaikan kedepan meskipun perusahaan migas sudah punya rencana untuk itu tetapi pihaknya bersama dengan stakeholder akan menyisir lagi agar tidak ada masalah- masalah dikemudian hari.
Ditanya apakah ini upaya yang terlambat sementara kehadiran perusahaan migas sudah puluhan tahun di Riau, ia membantah walau tidak di pungkiri. Karena sebut dia lagi semua sudah sesuai kepentingan dan keperluan undang-undang serta peraturan yang semakin ke sini semakin ketat dan lengkap. Mengingat banyaknya menyesuaikan dengan perkembangan masa. Selain dulu itu konsepnya masih parsial kini ingin mengarah ke konverhenshif sehingga tidak lagi jalan sendiri-sendiri.
"Ini sesuai tuntutan jaman, kita ingat dulu kalau tahun 60 an membuat jalan bisa dilakukan dengan siraman minyak oleh CPI, kini dilarang misalkan," ujarnya mencontohkan.
Sementara itu General Manager Advokasi Lingkungan dan Kehutanan PT CPI Hasyim Nur menyatakan sejak membuat kontrak kerjasama dengan pemerintah pihaknya sudah tunduk pada aturan yang ada. Khusus untuk area operasi di Riau peraturan mengenail lingkungan itu perubahannya bertahap misalkan pada tahun 80 an ada hal-hal yang boleh dilakukan, lalu tahun 2.000 an menjadi tidak boleh.
Tetapi pihak Chevron sudah mengantisipasi hal itu dengan melakukan kajian terhadap aturan agar pihaknya bisa memproteksi lingkungan dan makluk hidup.
"Kami sudah tetapkan sejak awal visi Chevron menjadi "frendly operator" atau pelaku/operator yang ramah dan melindungi lingkungan," ujarnya.
Untuk itu mengenai aturan- aturan yang berubah sekarang inilah kata dia lagi manfaat dari forum yang akan digunakan sebagaimana aturan atau perda yang ada bisa mendukung operasi Chevron dan lingkungan.
Kalau skopnya nanti harus di daerah, ternyata tidak selesai akan dibawa ke pemangku kebijakan lebih tinggi hingga ke Kementrian Lingkungan Hidup.
Bahkan diakuinya sekak 90 an pihaknya sudah jadi pioner terhadap peraturan lingkungan hidup.
"Justru forum ini bukan hanya kepentingan Chevron tetapi juga kabupaten/kota," tegasnya.
Ditanya apa ini ada kaitannya dengan akan berakhirnya masa kontrak kerja PT CPI di Riau ia membantah, murni semata untuk membangun komunikasi yang sudah terjalin selama ini agar lebih terintegrasi.
"Saya sebagai orang Chevron dan Indonesia melihat melihat sebagai operator yang bertanggumgjawab terhadap lingkungan ini perlu kami selesaikan terlepas nanti kontrak kami diperpanjang atau tidak," tambahnya.