Pekanbaru (Antarariau.com) Bagi Ketua Dewan Harian Lembaga Adat Melayu (LAM), Al Azhar, program reformasi agraria dan perhutanan sosial adalah momentum untuk mengembalikan tanah adat yang telah lama hilang.
Lahir di Tambusai, sebuah daerah di Kabupaten Rokan Hulu pada 17 Agustus 1961, Al Azhar sejak kecil sudah melihat dengan matanya sendiri bagaimana tanah adat dirampas untuk kepentingan korporasi dan kelompok tertentu, tanpa meninggalkan manfaat bagi masyarakat setempat. Dan ia tumbuh besar memendam kekecewaan, karena begitu banyak kehilangan itu terjadi tanpa bisa dirinya melawan.
Saya adalah saksi atas banyak sekali kehilangan. Saya pribadi merasa tidak mau hanya mewariskan kehilangan itu kepada anak-cucu saya, kata
Al Azhar di Pekanbaru, Kamis (6/4) lalu.
Hilangnya pengakuan dan terampasnya tanah adat adalah sebuah kesalahan sejarah yang sangat perih buat sastrawan ini. Di usianya yang tak muda
lagi, lelaki yang juga peneliti kebudayaan ini bertekad, bahwa ini adalah saatnya berbuat nyata untuk menorehkan sejarah yang lebih baik.
Walaupun hanya dapat sejengkal, saya mau yang sejengkal itu didapatkan dengan upaya. Generasi di bawah saya, harus mendapatkan apa
yang hilang, yang tidak mampu dijaga oleh generasi saya, dan generasi di atas saya, tegasnya.
Karena itu, dirinya dengan panji LAM Riau berharap agar reformasi agraria, yang menjadi salah satu Nawa Cita Presiden Joko Widodo, bisa mempermudah dan membuka ruang kelola bagi masyarakat adat Riau. Tanah-tanah yang telah hilang itu, agar diberikan kembali kepada pemilik asalnya, yakni masyarakat adat.
Masalahnya, apakah objek tanah untuk reformasi agraria masih ada? Sebab, lahan yang ada kini sudah dibebani izin, baik untuk hutan tanaman industri maupun hak guna usaha kelapa sawit.
Menjawab itu, Al Azhar mengatakan ada temuan dari Panitia Khusus Monitoring Perizinan Lahan DPRD Riau, bahwa ada sekitar 1,8 juta hektare lahan sawit di Riau, yang izinnya tidak prosedural. Maka tanah yang izinnya bermasalah itu, adalah potensi besar untuk dikembalikan pada rakyat Riau.
Persoalannya, pemerintah mau atau tidak. Harapan LAM, itu dikembalikan, katanya.
LAM Riau juga aktif dalam Kelompok Kerja Perhutanan Sosial bersinergi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bersama pemangku kepentingan lainnya.
Untuk program tanah objek reforma agraria, LAM berada dalam delegasi yang ketemu Staf Presiden, dan saya sampaikan aspirasi agar TORA itu
menguntungkan masyarakat adat, pungkasnya.