Yangon (Antarariau.com) - Myanmar akan menyelidiki apakah polisi melakukan kejahatan terhadap Muslim Rohingya menurut pernyataan pemerintah setelah para pejabat berjanji tuduhan kekejaman terhadap anggota Muslim minoritas tersebut akan diselidiki.
Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam salah satu laporannya bulan ini menyebutkan bahwa pasukan keamanan Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya serta membakar desa-desa mereka sejak Oktober.
Myanmar menolak hampir seluruh tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Negara Bagian Rakhine, tempat banyak warga Rohingya tinggal, dan menyatakan bahwa kampanye penanggulangan pemberontakan yang sah masih berlangsung sejak sembilan polisi tewas dalam serangan di pos keamanan dekat wilayah perbatasan Bangladesh pada 9 Oktober 2016.
Pekan lalu militer menyatakan telah mempersiapkan satu tim untuk menyelidiki tuduhan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan dan kemudian Kementerian Dalam Negeri pekan itu menyetujui penyelidikan terhadap polisi.
Kementerian Dalam Negeri dalam pernyataannya menyatakan bahwa "penyelidikan departemental" akan dilakukan "untuk mengetahui apakah pasukan kepolisian melakukan tindakan melawan hukum, termasuk kekerasan hak asasi manusia selama operasi pembersihan di wilayah tersebut."
Kementerian, yang dikendalikan militer, menyatakan bahwa tindakan akan dilakukan terhadap personel yang gagal menjalankan perintah.
"Laporan PBB itu memberikan banyak detail pertanggungjawatan atas apa yang dituduhkan terjadi, dan mengapa sebuah komite penyelidikan dibentuk untuk menanggapi laporan itu dengan bukti-bukti," kata Kolonel Polisi Myo Thu Soe kepara Reuters di Yangon, Senin.
"Laporan PBB itu meliputi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia serius terhadap polisi di Myanmar, termasuk pemerkosaan. Namun sebagaimana kita ketahui, itu tidak terjadi," ujarnya.
Diskriminasi
Secara terpisah, lima petugas kepolisian sudah dijatuhi hukuman dua bulan penjara setelah tayangan video daring menunjukkan mereka melakukan kekerasan terhadap umat Islam selama operasi yang ditujukan untuk mengusir terduga kelompok militan di negara bagian Rakhine, kata Myo Thu Soe.
Selain itu, tiga pejabat senior kepolisian yang terlibat dalam kasus itu dikenai sanksi, kata dia menambahkan.
Di Myanmar, jarang sekali pasukan keamanan yang melakukan banyak pelanggaran atau tuduhan yang diselidiki secara transparan menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Hampir 69 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak pasukan keamanan melakukan operasi pembersihan bulan Oktober lalu menurut perkiraan PBB.
Lebih dari 1.000 Muslim Rohingya tewas dalam operasi tersebut menurut dua pejabat senior PBB yang berurusan dengan pengungsi yang melarikan diri dari tindak kekerasan pekan lalu.
Seorang juru bicara Kepresidenan Myanmar mengatakan bahwa laporan terakhir dari komando militer menyebut kurang dari 100 orang yang tewas dalam operasi penanggulangan pemberontakan itu.
Rohingnya menghadapi perlakuan diskriminatif dari pemerintah Myanmar selama beberapa generasi. Mereka tidak diklasifikasikan sebagai kelompok berbeda di bawah hukum kewarganegaraan dan malah dianggap sebagai pendatang haram dari Bangladesh serta hanya memiliki hak sangat terbatas.
Sekitar 1,1 juta muslim Rohingya hidup seperti dalam situasi serupa apartheid di wilayah barat laut Myanmar.
Kekerasan tersebut memicu kritik baru dari dunia internasional bahwa pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi hanya sedikit sekali membantu anggota moniritas muslim itu.