BBKSDA Riau Siapkan Koridor Satwa Liar

id bbksda riau, siapkan koridor, satwa liar

Pekanbaru, (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau berencana untuk menetapkan koridor satwa liar sebagai jalur perlintasan harimau dan gajah untuk meminimalisir konflik satwa liar dan manusia di Provinsi Riau. "Koridor ini akan menghubungkan kawasan konservasi yang diharapkan bisa menjaga habitat satwa liar yang dilindungi," kata Kepala Bidang Teknis dan Konservasi BBKSDA Riau, Syahimin, di Pekanbaru, Minggu. Ia menjelaskan koridor tersebut akan menghubungkan sejumlah kawasan konservasi seperti Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling hingga Kawasan Lindung Bukit Batabuh. Tidak tertutup kemungkinan, ujarnya, areal milik perusahaan yang berbatasan dengan kawasan konservasi masuk dalam rencana koridor satwa liar itu. Sebabnya, hutan alam terisa di Riau yang mayoritas merupakan kawasan konservasi tidaklah cukup sebagai habitat harimau untuk mencegah terjadinya konflik dengan manusia. "Sekitar 80 persen pergerakan satwa liar seperti harimau dan gajah berada di luar kawasan konservasi dan kerap menimbulkan konflik dengan manusia," katanya. Salah satu cara yang bisa dilakukan perusahaan untuk merealisasikan koridor satwa liar adalah dengan menjaga kelestarian hutan di sepanjang bantaran sungai yang mengalir di dalam areal perusahaan. Tujuannya adalah agar daerah itu bisa menjadi ruang atau lintasan untuk mencari makan satwa liar seperti harimau dan gajah. Berkurangnya hutan sebagai habitat satwa menjadi ancaman serius bagi konservasi harimau dan gajah di Riau karena alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan akasia. Kebutuhan manusia akan ruang untuk pembangunan, permukiman, dan perkebunan dinilai menjadi salah satu aspek yang tidak bisa dihindari sehingga hutan sebagai habitat bagi harimau terus berkurang. Laju pembabatan hutan alam di Riau terjadi sangat cepat, diperkirakan rata-rata mencapai 160 ribu hektar setahun, mengakibatkan luas hutan yang sebelumnya mencapai 4,6 juta hektar pada 1986 tinggal menyisakan kurang dari dua juta hektar sekarang. Ironisnya, konversi hutan untuk perkebunan akasia dan perkebunan kelapa sawit kerap kali dilakukan dengan sangat tamak tanpa mengindahkan fungsi keberlanjutannya untuk menjaga habitat satwa. Berdasarkan data WWF Riau, sekitar 20 persen perkebunan kelapa sawit besar di Riau tidak memiliki izin HGU (hak guna usaha). Selain itu, sekitar 95 persen perkebunan masyarakat yang dikelola swadaya tidak punya izin perkebunan dari dinas perkebunan.