Pontianak (Antarariau.com)- Petani di Dusun Nanga Bian, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat menerapkan program kebun sayur pekarangan sebagai upaya untuk mengurangi risiko kebakaran lahan.
"Kebun sayur pekarangan ini merupakan upaya mengurangi risiko kebakaran melalui pola pertanian ramah lingkungan, sekaligus untuk membangun ketahanan pangan," kata CEO Perkebunan PT SMART Tbk (Golden Agri Resources) Susanto, saat dihubungi di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, petani di dusun tersebut di bawah binaan langsung PT Paramitra Internusa Pratama (PIP), anak usaha PT SMART Tbk.
Sebelum penerapan, tim Corporate Social Responsibility (CSR) PT SMART Tbk terlebih dulu menyelesaikan proses dan analisa kaji urai kehidupan masyarakat.
Peserta utama program ini merupakan kelompok warga yang juga pekerja lepas di perkebunan kelapa sawit.
Dia menjelaskan, pertama, warga dilatih membangun demplot pembibitan sayur tujuannya agar mampu menyediakan bibit sayur sendiri.
Lahan lokasi demplot dipinjamkan salah satu anggota yang rumahnya di dekat fasilitas penampungan air hujan, tepat di pinggir jalan desa.
Pembuatan lokasi pembibitan sayur ini dilakukan warga secara gotong-royong setiap hari secara bergiliran, setelah mereka selesai bekerja di kebun kelapa sawit.
PT PIP memberikan dukungan pendampingan, serta membantu menyediakan bahan dan alat kebun sayur pekarangan, seperti polynet sebagai atap penyemaian. Polynet digunakan agar benih dan bibit tidak terpapar langsung oleh sinar matahari dan air hujan, serta mengurangi tingkat penguapan dari permukaan media semai.
Persiapan media semai dilakukan warga dengan mengumpulkan tanah permukaan (top soil), dicampur tanah pasir dan abu limbah pengolahan buah kelapa sawit yang disumbangkan pabrik PT PIP.
Perusahaan juga membantu menyediakan tong biru ukuran besar, terpal plastik, jeriken dan ember bertangkai ukuran besar, serta 15 jenis benih sayuran.
Jenis sayuran yang disemai, seperti kangkung, bayam, sawi manis, sawi pahit, sawi botol, terong ungu, seledri di bedengan, timun, pare, gambas, buncis, kacang panjang, labu kuning, dan lain-lain.
Ia menambahkan, tong biru ukuran besar difungsikan sebagai wadah pengolahan kompos cair.
Terpal plastik digunakan untuk menutup bahan-bahan organik yang diolah menjadi kompos padat, agar terlindung dari hujan dan panas terik.
Sedangkan jeriken dan ember membantu anggota kelompok dalam mengumpulkan dan menyimpan limbah cair rumah tangga, seperti air cucian beras dan ikan, serta air kelapa.
Warga yang menjadi anggota kelompok kebun sayur pekarangan (KSP) dibekali berbagai pengetahuan pendukung.
Mereka mendapatkan beberapa materi pelatihan khusus, seperti cara memperbanyak mikro organisme lokal (MOL) dan nutrisi MOL, cara membuat kompos padat dan kompos cair.
Kemudian, petani dilatih pula cara menguji ion yang terkandung pada tanah di sekitar lingkungan permukiman, cara membuat racun nabati untuk menanggulangi hama penyakit sayuran dari bahan alami, serta cara mengatur waktu tanam dan panen, agar tetap berproduksi sepanjang tahun.
Setelah anggota kelompok KSP mengerti dan mampu budi daya sayur, tahap selanjutnya adalah membangun kebun sayur mini di halaman rumah masing-masing.
Jumlah bedeng dan luasan KSP ini disesuaikan dengan luasan halaman rumah yang akan dimanfaatkan. Begitu pula jenis tanaman sayur yang ditanam.
Kini, setelah program KSP berjalan, halaman rumah penduduk mulai dihiasi berbagai jenis sayuran yang tumbuh dalam bedengan-bedengan kecil.
Susanto berharap, secara perlahan warga lain yang tidak ikut program ini, mulai berminat melakukan hal serupa.
Semula, anggota awal program KSP sebanyak 17 orang, saat ini yang dibina sudah berjumlah lebih dari 40 orang.
Menurutnya, pada tahap awal, tidak sedikit petani ladang beranggapan mengolah lahan tanpa membakar perlu modal besar.
Namun kini pihaknya dapat membuktikan bahwa mengolah lahan tanpa membakar itu tak perlu modal besar.
"Kami membantu warga Dusun Nanga Bian berhasil menggarap lahan di pekarangan rumah sendiri. Program ini tak hanya membantu mengurangi pengeluaran rumah tangga, tapi juga mendorong warga untuk menjual sayuran hasil panen sendiri kepaemda warga dusun lain. KSP dilakukan dengan cara lebih ramah lingkungan, biaya murah, dan tidak perlu membuka lahan dengan membakar," katanya pula.
Ia menambahkan, program KSP ini membuktikan bahwa metode buka lahan tanpa membakar dapat dilakukan dengan cara praktis, serta menghasilkan manfaat berkelanjutan bagi warga.
"Kami bakal terus mengembangkan program ini sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk mengatasi bahaya kebakaran hutan dan ancaman kabut asap," kata dia.