Pekanbaru (Antarariau.com) - Panitia Khusus DPRD Riau, yang menyusun Rancangan Peraturan Daerah Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Tindak Kekerasan, sepakat untuk memasukkan unsur "anak" sehingga aturan itu akan memiliki fungsi perlindungan akan lebih menyeluruh.
"Kita sepakat untuk memasukkan kata anak dalam Raperda yang dibahas. Jadinya Raperda Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Terhadap Tindak Kekerasan," kata Ketua Pansus, Ade Hartati Rahmat dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Dia mengemukakan bahwa alasannya karena perempuan dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Logikanya, kata dia, ketika perempuan menjadi korban tindak kekerasan, anak pun ikut dalam hal tersebut.
"Beberapa daerah yang kita kunjungi juga menggabungkan kata perempuan dan anak dalam Perda yang dibentuknya. Perempuan dan anak merupakan sesuatu yang harus disikapi bersamaan," ungkapnya.
Dengan adanya penggabungan ini, politisi PAN ini tetap berusaha agar raperda yang dipimpinnya bisa disahkan menjadi Perda di tahun ini. Hal itu agar tahun 2017 mendatang, Perda Perempuan dan Anak sudah bisa dijalankan.
"Nanti kita akan undang Biro Hukum dan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Riau untuk membahas lebih lanjut raperda ini. Termasuk menyepakati bersama dalam merubah judul dan naskah akademiknya, bagaimanapun raperda ini merupakan usulan pemprov," tutur Legislator asal Pekanbaru ini.
Sebelumnya Sekretaris Daerah Ahmad Hijazi, dalam pengajuannya menyampaikan naskah akademis raperda ini sudah dibuat sejak tahun 2014. Dalam raperda itu muatannya hanya mengatur untuk perempuan dewasa.
"Hal itu karena untuk perempuan yang anak-anak sudah diatur dalam Perda no. 3 tahun 2013 tentang perlindungan hak dasar anak," katanya dalam sidang paripurna penyampaian usulan raperda ke DPRD Riau sebelum pansus terbentuk.