Polda Riau: Perkara Kencing CPO Dimentahkan Kejaksaan

id polda riau, perkara kencing, cpo dimentahkan kejaksaan

Polda Riau: Perkara Kencing CPO Dimentahkan Kejaksaan

Pekanbaru (Antarariau.com) - Direktorat Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau mengaku kesulitan dalam mengungkap praktek kencing minyak mentah kelapa sawit (crude Palm oil/CPO) yang saat ini marak terjadi di sejumlah daerah di Provinsi Riau.

"Tiga perkara (praktek kencing CPO) yang kami tangani tahun ini. Namun berkas penyidik selalu dimentahkan Kejaksaan," kata Direktur Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Surawan kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Tiga perkara yang ditangani Polda Riau yang dimentahkan Kejaksaan Tinggi Riau tersebut merupakan kasus kencing CPO yang ditemukan di sejumlah lokasi di jalan lintas Pekanbaru-Dumai beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan alasan dimentahkan berkas penyidikan tersebut karena pengusaha maupun perusahaan tidak ada yang melaporkan ke polisi. Selain itu, perusahaan dan pengusaha juga merasa tidak dirugikan akibat adanya praktik kencing CPO lantaran mereka memiliki batas ambang kehilangan kapasitas.

Menurutnya, dalam upaya mengungkap perkara tersebut membutuhkan laporan dari pihak-pihak yang dirugikan. Sementara, hingga kini polisi belum mendapat laporan dari pengusaha yang dirugikan akibat praktek distribusi CPO ilegal itu.

Meskipun pada dasar praktek CPO merupakan pidana murni yang telah diatur dalam Pasal 371 KUHP tentang penggelapan, ia mengatakan tetap sulit untuk melakukan pengungkapan jika tidak ada yang melaporkan mengalami kerugian.

"Untuk itu, ke depan kita berharap silahkan pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk melaporkan sehingga kita bisa mengungkap perkara ini," jelasnya.

Lebuh jauh, Surawan sependapat dengan DPR RI yang menyatakan Riau sarang kencing CPO. Dari data ekonom Riau sekitar 25% CPO digelapkan setiap tahunnya dan diekspor melalui pelabuhan tidak resmi.

DPR RI sebelumnya menyatakan akan segera membenahi tata niaga kelapa sawit untuk memerangi praktik ilegal "kencing" CPO melalui sebuah regulasi setingkat undang-undang.

"Kencing CPO marak terjadi di beberapa daerah, seperti di Riau. Kami tengah membentuk regulasi baru mengenai tata niaga sawit yang salah satu tujuannya melindungi distribusi CPO dari praktik-praktik ilegal," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo.

Ia menjelaskan, regulasi itu akan mengatur persoalan tata niaga mulai dari pembukaan lahan, penanaman, panen, distribusi dan hilirisasi. Dia menjelaskan regulasi tersebut harus menguntungkan negara, perusahaan serta masyarakat untuk dapat meningkatkan perekonomian.

Ia mendorong agar pihak perusahaan bersama asosiasi juga melaporkan praktik ilegal tersebut kepada aparat jika mempunyai bukti-bukti yang cukup. Karena pihak perusahaan juga dirugikan oleh mafia yang menyelundupkan CPO itu ke luar negeri.

Riau merupakan salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia. CPO diekspor ke beberapa negara seperti India, Tiongkok, Malaysia dan Singapura dan lainnya. CPO diekspor ke tol Laut Dumai dan Belawan, Sumatra Utara untuk dipasarkan ke luar negeri.

Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Joko memperkirakan sekitar 25 persen dari total produksi CPO Riau per tahun digelapkan dengan cara "kencing CPO".

Dengan total produksi CPO di Riau mencapai 6,5 juta ton per tahun, artinya sekitar 1,62 juta ton per tahun diduga bocor melalui praktik kencing CPO yang masih marak terjadi di Riau.

"Praktik kencing CPO merugikan pihak perusahaan dan merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya," katanya.

Praktik ilegal tersebut juga berdampak kepada kualitas CPO yang diekspor. Minyak sawit mentah yang diperoleh dari cara ilegal itu diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga. Padahal Indonesia sedang getol mebingkatkan standar sistem pengelolaan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

"Tentu ini merugikan pelaku usaha yang bersusah payah memenuhi standar internasional, " katanya.

Menurut dia, pemerintah harus menanggapi persoalan ini. Pemerintah perlu menempatkan orang untuk mensurvei dan mendata setiap truk CPO yang mendistribusikan komoditas itu.

Dari informasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), modus penampungan ilegal ini beroperasi dengan kerjasama antara kaki tangan mafia CPO dengan para supir dan kernet mobil tangki CPO.

Dimulai dari lokasi penampungan. Ada yang berlokasi dipinggir jalan lintas yang disamarkan dengan warung dan dibelakangnya ditutupi tenda agar kolam CPO tak mudah dilihat. Ada juga yang memilih tersembunyi, namun tak jauh dari jalan. Selain membuat bak atau kolam, ada yang memakai drum untuk menampung.