Perangi Praktik "Kencing CPO", DPR Benahi Regulasi Tata Niaga Sawit

id perangi praktik, kencing cpo, dpr benahi, regulasi tata, niaga sawit

Perangi Praktik "Kencing CPO", DPR Benahi Regulasi Tata Niaga Sawit

Pekanbaru (Antarariau.com) - DPR RI akan segera membenahi tata niaga kelapa sawit untuk memerangi praktik ilegal "kencing" minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO), melalui sebuah regulasi setingkat undang-undang.

"Kencing CPO marak terjadi di beberapa daerah, seperti di Riau. Kami tengah membentuk regulasi baru mengenai tata niaga sawit yang salah satu tujuannya melindungi distribusi CPO dari praktik-praktik ilegal," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo, kepada wartawan di Pekanbaru, Senin.

Menurut Firman, praktik "kencing" CPO mengakibatkan kerugian untuk negara dan pihak perusahaan. Ia mengatakan penyusunan regulasi tata niaga sawit itu berawal dari banyaknya pengaduan masyarakat dan perusahaan yang masuk ke DPR. "DPR RI juga akan membicarakan hal ini dengan Dewan Sawit Nasional," katanya.

Ia menjelaskan, regulasi itu akan mengatur persoalan tata niaga mulai dari pembukaan lahan, penanaman, panen, distribusi dan hilirisasi. Dia menjelaskan regulasi tersebut harus menguntungkan negara, perusahaan serta masyarakat untuk dapat meningkatkan perekonomian.

Ia mendorong agar pihak perusahaan bersama asosiasi juga melaporkan praktik ilegal tersebut kepada aparat jika mempunyai bukti-bukti yang cukup. Karena pihak perusahaan juga dirugikan oleh mafia yang menyelundupkan CPO itu ke luar negeri.

"Perusahaan yang dirugikan harus ikut juga aktif melaporkan kepada aparat. Jangan sampai ada oknum perusahaan yang malah menjadi sindikat dan terlibat," katanya.

Selain itu, ia meminta agar aparat tidak tutup mata terhadap maraknya "kencing" CPO di Riau. Untuk menangani kasus ini, Polri ataupun Bea dan Cukai tidak mesti harus menunggu laporan, karena ia menilai penanganan pihak penegak hukum terkait persoalan ini juga masih terlihat minim.

Riau merupakan salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia. CPO diekspor ke beberapa negara seperti India, Tiongkok, Malaysia dan Singapura dan lainnya. CPO diekspor ke tol Laut Dumai dan Belawan, Sumatra Utara untuk dipasarkan ke luar negeri.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Joko memperkirakan sekitar 25 persen dari total produksi CPO Riau per tahun digelapkan dengan cara "kencing CPO".

Dengan total produksi CPO di Riau mencapai 6,5 juta ton per tahun, artinya sekitar 1,62 juta ton per tahun diduga bocor melalui praktik kencing CPO yang masih marak terjadi di Riau.

"Praktik kencing CPO merugikan pihak perusahaan dan merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya," katanya.

Praktik ilegal tersebut juga berdampak kepada kualitas CPO yang diekspor. Minyak sawit mentah yang diperoleh dari cara ilegal itu diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga. Padahal Indonesia sedang getol mebingkatkan standar sistem pengelolaan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

"Tentu ini merugikan pelaku usaha yang bersusah payah memenuhi standar internasional, " katanya.

Menurut dia, pemerintah harus menanggapi persoalan ini. Pemerintah perlu menempatkan orang untuk mensurvei dan mendata setiap truk CPO yang mendistribusikan komoditas itu.

Dari informasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), modus penampungan ilegal ini ¿beroperasi dengan kerjasama antara kaki tangan mafia CPO dengan para supir dan kernet mobil tangki CPO.

Dimulai dari lokasi penampungan. Ada yang berlokasi dipinggir jalan lintas yang disamarkan dengan warung dan dibelakangnya ditutupi tenda agar kolam CPO tak mudah dilihat. Ada juga yang memilih tersembunyi, namun tak jauh dari jalan. Selain membuat bak atau kolam, ada yang memakai drum untuk menampung.